Tradisi Ndempa Ndiha Dari Bima
Tradisi kelahian bareng atau sering
disebut Ndempa Ndiha adalah suatu
tradisi yang berasal dari Desa Ngali Kabupaten Bima provinsi NTB yang sampai sekarang masih dilestarikan di
tengah keringat bercucur setelah bekerja keras di sawah.
Tradisi ini rutin dilaksanakan tiap
tahun setelah panen dan saat musim kemarau. Orang-orang disana dengan penuh
gembira dan semangat sangat menikmati tradisi tersebut. Meskipun tradisi ini
sering disebut Ndempa Ndiha yang berarti kelahi bareng dan dijaman sekarang tentu
saja mendengar kata kelahi sangat negative bagi kalangan umum. Tetapi orang
disana menganggapnya sebagai wadah perkumpulan masayarakat. Mulai dari yang
berusia dini sampai yang berusia lanjut terutama untuk masyarakat laki-laki. Walaupun
tata caranya dilakukan dengan adu fisik, tetap saja itu disebut silaturrahmi
dari balita hingga dewasa yang akan turun ke lapangan untuk ikut serta. Menurut
beberapa tokoh masyarakat yang pernah terlibat, tradisi ini dilakukan untuk
merasakan bagaimana masa lalu nenek moyang Desa Ngali yang pernah mengusir para
penjajah ketika penjajah ingin merebut paksa lahan untuk dijadikan bangunan
maupun markas mereka.
Menurut Kaharudin, tradisi Ndempa Ndiha bertujuan untuk mensyukuri
atas keberkahan yang diberikan Allah, karena setiap tahun hasil panen selalu
melimpah. Tradisi ini juga bertujuan untuk memanggil hujan kala musim kemarau
melanda. Lelaki yang sudah berkepala tiga itu menambahkan Ndempa Ndiha juga ajang perkumpulan para pria tangguh, mereka
saling menunjukkan pukulan terbaik mereka hingga tak jarang pun ada yang memar.
Tradisi ini biasanya berlangsung satu sampai dua minggu, dimulai pada pukul 3
siang atau setelah shalat Ashar yang akan berakhir ketika hari sudah mulai
gelap atau sebelum adzan Magrib dikumandangkan. Memang tradisi ini saling baku
hantam antar peserta, namun tak ada permusuhan yang terjadi, malah semakin
akrab. Bahkan setelah acara selesai, mereka jalan beriringan sambil menceritakan
bagaimana mereka memukuli lawannya, dan uniknya peserta yang memar tidak ada
rasa dendam sedikitpun, melainkan ikut bercanda ria dengan peserta lain maupun
peserta yang telah memukulinya. “Selama saya masih balita sampai sekarang, tak
jarang saya ikut serta meramehkan tradisi tersebut beberapa kali dalam kurun
waktu satu sampai dua minggu itu. Saya pernah merasakan sakitnya memar di pipi
saya akibat terkena pukulan dari teman saya sendiri, dan rasa sakit itu tidak
berlangsung lama karena canda tawa menemani saya setelah beranjak dari arena
tempat tradisi ini dilaksanakan,” ujar Pria yang sudah mempunyai empat anak
itu.
Menurut Gufran, pada beberapa waktu
lalu ada kelalaian dalam masyarakat Desa Ngali, yaitu tidak melaksanakan
tradisi ini seperti bisanya. Dampaknya sangat fatal, kemarau panjang melanda
Desa Ngali dan sekitarnya. Hasil panen untuk tahun berikutnya pun kurang dari
biasanya. Ini menandakan betapa pentingnya tradisi ini, sehingga setiap tahun
harus rutin dilakukan dan tidak boleh ada kelalaian untuk meninggalkan tradisi
ini. ”Tradisi ini bertujuan supaya kita tetap bersyukur kepada Tuhan atas
rezeki yang Ia berikan untuk kita. Mengingat pada saat itu hasil panen sangat
melimpah dan saya sendiri sadar akan tidak ada rasa syukur untuk nikmat yang
diberikannya, saya hanya asik menikmati
dan berfoya-foya dengan apa yang kami dapatkan, akhirnya kami sendiri
yang merasakan akibatnya,” ujar pria yang sudah berkepala lima itu.
Tradisi Ndempa Ndiha masih dilakukan sampai sekarang, biasanya tradisi ini
dilakukan sehabis panen atau ketika kemarau melanda, yaitu pada Bulan September
sampai Oktober. Dampaknya untuk manusia modern yaitu ketika panas matahari musim kemarau
menyengat, tradisi ini hadir untuk mengadem cuaca di sekitar wilayah Desa
Ngali. Karena tujuan dilaksanakannya tradisi ini yaitu untuk mendatangkan hujan
dan mengakhiri musim kemarau, karena bulan November akan berlangsung tanam padi
yang serempak oleh masyarakat Desa Ngali. Anehnya, ketika tradisi ini telah
dilakukan hujan deraspun akan turun membasahi seluruh wilayah disekitaran Desa
Ngali. Dampaknya untuk manusia modern juga sebagai contoh bagaimana manusia
bersyukur atas rezeki yang telah diberikan oleh Tuhan, mengingat manusia modern
sudah mulai ada jarak dengan Tuhannya, bahkan mungkin lupa untuk bersyukur atas
nikmat yang telah diberikan oleh Tuhan. Untuk itu tradisi Ndempa Ndiha ini hadir dan masih berlangsung sampai sekarang untuk
mencontohi bagaimana kita bisa bersyukur atas kenikmatan yang diberikan oleh
Tuhan, bagaimana kita mengingat Tuhan dan bagaimana kita tetap bisa dekat
dengan Tuhan. Meskipun tradisi ini mencontohkannya dengan mengadu fisik, namun
manusia modern haruslah punya cara sendiri untuk mengingat Tuhan
Komentar