HUBUNGAN FILSAFAT DENGAN ILMU


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan YME, karena atas berkat nikmat dan inayah-Nya makalah yang berjudul hubungan filsafat dengan Ilmu Pengetahuan ini dapat terselesaikan dengan baik. Makalah ini dibuat dengan harapan agar yang membaca mendapatkan ilmu yang bermanfaat serta membuka wawasan pembaca tentang pengertian ilmu itu sendiri. Kami sadar dalam makalah ini masih banyak kekurangan dalam hal isi maupun penulisan. Untuk itu kami sampaikan maaf yang sebesar besarnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi siapapun yang membacanya. Atas perhatiannya kami ucapakan Terima Kasih.
.





















Daftar Isi

Kata Pengantar……………………………………………………………………….1
Daftar Isi………………………………………………………………………2
Bab I  Pendahuluan…………………………………………………………….…….3
1.1  Latar Belakang……………………………………………………….…..4
1.2  Rumusan Masalah………………………………………………………..5
1.3  Tujuan……………………………………………………………….……6
Bab II  Acuan Teoretik……………………………………………………………....7
2.1 Pengertian filsafat ……………………………………………………….8
2.2 Pengertian Ilmu ……………………………………………………….…9
Bab 111. Pembahasan …………………………………………………………...…10
3.1 Hubungan Filsafat Dengan Ilmu……………………………………….11
Kesimpulan………………………………………………………………………….12
Daftar Pustaka……………………………………………………………………....13















BAB 1
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan semakin lama semakin maju dengan munculnya ilmu-ilmu baru yang pada akhirnya memunculkan pula sub-sub ilmu pengetahuan baru bahkan ke arah ilmu pengetahuan yang lebih khusus lagi seperti spesialisasi-spesialisasi. Oleh karena itu tepatlah apa yang dikemukakan oleh Van Peursen (1985), bahwa ilmu pengetahuan dapat dilihat sebagai suatu sistem yang jalin-menjalin dan taat asas (konsisten) dari ungkapan-ungkapan yang sifat benar-tidaknya dapat ditentukan. Implikasi yang timbul menurut Koento Wibisono (1984), adalah bahwa ilmu yang satu sangat erat hubungannya dengan cabang ilmu yang lain serta semakin kaburnya garis batas antara ilmu dasar-murni atau teoritis dengan ilmu terapan atau praktis. Untuk mengatasi gap antara ilmu yang satu dengan ilmu yang lainnya, dibutuhkan suatu bidang ilmu yang dapat menjembatani serta mewadahi perbedaan yang muncul. Oleh karena itu, maka bidang filsafatlah yang mampu mengatasi hal tersebut.

1.2  Rumusan Masalah
       Dilihat dari latar belakang di atas maka rumusan masalah pada makalah ini adalah :
1.      Bagaimana perbedaan filsafat dengan ilmu ?
2.      Bagaimana persamaan filsafat dengan ilmu ?
1.3 Tujuan
1.Untuk mengetahui perbedaan filsafat dengan ilmu.
2.Untuk mengetahui persamaan filsafat dengan ilmu.






BAB 2
ACUAN TEORETIK

2.1 Pengertian Filsafat
Pengertian Filsafat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,  adalah 1) Pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab, asal, dan hukumnya, 2) Teori yang mendasari alam pikiran atau suatu kegiatan atau juga berarti ilmu yang berintikan logika, estetika, metafisika dan epistemologi.

        Plato (427 - 347 SM) mendefinisikan filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang asli, Kemudian Aristoteles (382 - 322 SM) mengartikan filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran, dan berisikan di dalamnya ilmu; metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika.

       Pengertian Filsafat secara umum adalah Ilmu pengetahuan yang ingin mencapai hakikat kebenaran yang asli dengan ciri-ciri pemikirannya yang 1) rasional, metodis, sistematis, koheren, integral, 2) tentang makro dan mikro kosmos 3) baik yang bersifat inderawi maupun non inderawi. Hakikat kebenaran yang dicari dari berfilsafat adalah kebenaran akan hakikat hidup dan kehidupan, bukan hanya dalam teori tetapi juga praktek.

        Filsafat Hukum menurut Gustaff Radbruch adalah cabang filsafat yang mempelajari hukum yang benar. Dan menurut Langmeyer: Filsafat Hukum adalah pembahasan secara filosofis tentang hukum, Anthoni D’Amato mengistilahkan dengan Jurisprudence atau filsafat hukum yang acapkali dikonotasikan sebagai penelitian mendasar dan pengertian hukum secara abstrak, Kemudian Bruce D. Fischer mendefinisikan Jurisprudence adalah suatu studi tentang filsafat hukum. Kata ini berasal dari bahasa Latin yang berarti kebijaksanaan (prudence) berkenaan dengan hukum (juris) sehingga secara tata bahasa berarti studi tentang filsafat hukum.  

        Secara sederhana, dapat dikatakan bahwa Filsafat hukum merupakan cabang filsafat, yakni filsafat tingkah laku atau etika, yang mempelajari hakikat hukum. Dengan perkataan lain filsafat hukum adalah ilmu yang mempelajari hukum secara filosofis, jadi objek filsafat hukum adalah hukum, dan objek tersebut dikaji secara mendalam sampai pada inti atau dasarnya, yang disebut dengan hakikat.

Filsafat hukum mempelajari hukum secara spekulatif dan kritis artinya filsafat hukum berusaha untuk memeriksa nilai dari pernyataan-pernyataan yang dapat dikatagorikan sebagai hukum.

1. Secara spekulatif, filsafat hukum terjadi dengan pengajuan pertanyaan-pertanyaan mengenai                                            hakekat hukum.

2. Secara kritis, filsafat hukum berusaha untuk memeriksa gagasan-gagasan tentang hukum yang sudah ada, melihat koherensi, korespondensi dan fungsinya.


        Prof. Dr. H. Muchsin, SH. dalam bukunya Ikhtisar Filsafat Hukum menjelaskan dengan cara membagi definisi filsafat dengan hukum secara tersendiri, filsafat diartikan sebagai upaya berpikir secara sungguh-sungguh untuk memahami segala sesuatu dan makna terdalam dari sesuatu itu  kemudian hukum disimpulkan sebagai aturan, baik tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur tingkah laku manusia dalam masyarakat, berupa perintah dan larangan yang keberadaanya ditegakkan dengan sanksi yang tegas dan nyata dari pihak yang berwenang di sebuah negara. 


Referensi
 
            Darji Darmodiharjo dan Shidarta, Op. Cit, hlm.11Muchsin, Ikhtisar Filsafat Hukum, hlm. 13 Slide Muchsin, yang disampaikan pada Mahasiswa Pascasarjana Program Magister Hukum Untag (Universitas 17 Agustus) Surabaya Angkatan ke 18 tanggal 11 November 2007 Team Smart.

2.2 Pengertian Ilmu
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pengertian Ilmu diartikan sebagai pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara sistematis menurut metode ilmiah tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan kondisi tertentu dalam bidang pengetahuan. Sedangkan  dalam Wikipedia Indonesia, Pengertian Ilmu/ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk menemukan, menyelidiki dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai bentuk kenyataan dalam alam manusia.
Beberapa ahli telah menuliskan Pengertian Ilmu, yaitu sebagai berikut :
1. Karl Pearson
Ilmu merupakan keterangan yang konsisten dan komprehensif tentang fakta pengalaman dengan istilah yang sederhana.
2. Ralp Ross dan Ernest Van Den Haag
Ilmu merupakan umum, rasional, empiris dan sistematik serta serentak.
3. Afanasyef
Ilmu merupakan pengetahuan manusia yang meliputi masyarakat, pikiran dan alam. Selain itu, ilmu mencerminkan alam dan kategori, konsep-konsep dan hukum-hukum, dimana kebenaran dan ketetapannya diuji dengan pengalaman yang praktis.
4. Ashely Montagu
Ilmu merupakan pengetahuan disusun dalam satu sistem yang berasal dari studi, pengamatan dan percobaan untuk menentukan dasar prinsip tentang hal yang sedang dikaji.
5. John G. Kemeny
Ilmu merupakan semua pengetahuan yang dikumpulkan dengan menggunakan metode ilmiah. Dari pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa ilmu merupakan produk atau hasil dari sebuah proses yang dibuat dengan menggunakan metode ilmiah sebagai suatu prosedur/cara.
6. The Liang Gie
Ilmu merupakan suatu rangkaian kegiatan manusia yang bersifat rasional dan kognitif dengan metode berupa prosedur dan langkah sehingga menghasilkan kumpulan pengetahuan yang sistematis mengenai gejala alam, masyarakat, atau keorangan guna mencapai kebenaran. memperoleh pemahaman dan memberikan penjelasan.
7. Shapere
Pengertian Ilmu mencakup adanya rasionalitas, generalisasi dan sistematisasi.
8. Schulz
Pengertian Ilmu mencakup logika, adanya interpretasi subjektif dan konsistensi dengan realitas sosial.

Dalam Pengertian Ilmu, ada lima sifat ilmiah sebagai syarat-syarat ilmu yaitu antara lain :
  1. Sistematis. Ilmu harus memiliki keterkaitan dan terumuskan dalam hubungan yang logis dan teratur sehingga suatu sistem akan membentuk secara utuh, terpadu , menyeluruh dan mampu menjelaskan rangkaian sebab akibat yang menyangkut objeknya.
  2. Objektif. Ilmu harus memiliki objek kajian yang meliputi golongan masalah yang sama dengan sifat hakikatnya, tampak dari luar maupun bentuknya dari dalam. Kajian objeknya bersifat ada atau mungkin ada karena masih harus diuji keberadaannya (bukan hasil prasangka/dugaan).
  3. Analisis/metodis. Secara umum, metodis diartikan sebagai metode tertentu yang digunakan dan merujuk pada metode ilmiah atau upaya yang dilakukan untuk meminimalisasi kemungkinan terjadinya penyimpangan yang bertujuan mencari kebenaran ilmiah.
  4. Universal. Ilmu bersifat umum atau kebenaran yang hendak dicapai.
  5. Empiris. Ilmu hasil percobaan atau panca indera.
Dalam Pengertian Ilmu, terdapat beberapa bidang-bidang keilmuan yaitu :
  1. Ilmu ekonomi  adalah ilmu tentang distribusi, konsumsi dan produksi barang, serta berbagai masalah yang bersangkutan seperti pembiayaan, keuangan dan tenaga kerja.
  2. Ilmu ekonomi makro adalah ilmu ekonomi yang meliputi peranan dan perkembangan unsur ekonomi secara keseluruhan seperti pendapatan nasional, pengaruh pengeluaran pemerintah, jumlah uang yang beredar dan indeks harga.
  3. Ilmu ekonomi mikro adalah ilmu ekonomi  yang meliputi perilaku subjek dan barang ekonomi secara individual seperti hubungan dengan perkembangan harga barang, tingkat gaji/penghasilan, faktor ekonomi dan laba perusahaan.
  4. Ilmu administrasi adalah ilmu tentang berbagai hasil pengalaman yang berhubungan dengan masalah pemerintahan (negara maupun swasta)
  5. Ilmu anatomi adalah ilmu yang meliputi organisme manusia, tumbuhan ataupun binatang untuk mencapai susunan dan fungsi bagian-bagiannya.
  6. Ilmu faal adalah ilmu pengetahuan tentang gejala hidup pada alat tubuh manusia seperti alat pernapasan, peredaran darah, jasad bintang dan tumbuhan (fisiologi).
  7. Ilmu bedah adalah ilmu pengetahuan tentang mengoperasi atau membedah bagian tubuh.
  8. Ilmu aqidah adalah ilmu pengetahuan tentang kepercayaan dan keyakinan.
  9. Ilmu agama adalah ilmu pengetahuan tentang ajaran agama.
  10. Ilmu fiqih adalah ilmu pengetahuan tentang kewajiban yang diperintahkan dalam agama islam.
  11. Ilmu gizi adalah ilmu pengetahuan tentang bagaimana cara memanfaatkan makanan untuk kepentingan kesehatan tubuh manusia.
  12. Ilmu hukum adalah ilmu yang meliputi norma kehidupan masyarakat, aturan dan adat istiadat yang dibuat oleh pemimpin dalam suatu masyarakat.
  13. Ilmu iklim adalah ilmu pengetahuan tentang keadaan cuaca (klimatologi).
  14. Ilmu eksakta adalah ilmu yang berdasarkan kecermatan dan ketetapan dalam metode analisis dan penelitian.
  15. Ilmu bisnis adalah ilmu dalam berjual beli (perdagangan).





BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Hubungan Filsafat dengan Ilmu
·              Dalam sejarah filsafat Yunani, filsafat mencakup  seluruh  bidang ilmu pengetahuan. Lambat laun banyak ilmu-ilmu khusus yang melepaskan diri dari filsafat. Meskipun demikian, filsafat dan ilmu pengetahuan masih memiliki hubungan dekat. Sebab baik filsafat maupun ilmu pengetahuan sama-sama pengetahuan yang metodis, sistematis, koheren dan mempunyai  obyek material dan formal.
·              Yang membedakan diantara keduanya adalah: filsafat mempelajari seluruh  realitas, sedangkan ilmu pengetahuan hanya mempelajari satu realitas atau bidang tertentu.
·              Filsafat adalah induk semua ilmu pengetahuan. Dia memberi sumbangan dan peran sebagai induk yang melahirkan dan membantu mengembangkan ilmu pengetahuan hingga ilmu pengetahuan itu itu dapat hidup dan berkembang.
·              Filsafat membantu ilmu pengetahuan untuk bersikap rasional dalam mempertanggungjawabkan ilmunya. Pertanggungjawaban secara rasional di sini berarti bahwa setiap langkah langkah harus  terbuka terhadap segala pertanyaan dan sangkalan dan harus dipertahankan secara argumentatif, yaitu dengan argumen-argumen yang obyektif (dapat dimengerti secara intersuyektif).
Ditinjau dari segi historis, hubungan antara filsafat dan ilmu pengetahuan mengalami perkembangan yang sangat menyolok. Pada permulaan sejarah filsafat di Yunani, “philosophia” meliputi hampir seluruh pemikiran teoritis. Tetapi dalam perkembangan ilmu pengetahuan di kemudian hari, ternyata juga kita lihat adanya kecenderungan yang lain. Filsafat Yunani Kuno yang tadinya merupakan suatu kesatuan kemudian menjadi terpecah-pecah (Bertens, 1987, Nuchelmans, 1982).
Lebih lanjut Nuchelmans (1982), mengemukakan bahwa dengan munculnya ilmu pengetahuan alam pada abad ke 17, maka mulailah terjadi perpisahan antara filsafat dan ilmu pengetahuan. Dengan demikian dapatlah dikemukakan bahwa sebelum abad ke 17 tersebut ilmu pengetahuan adalah identik dengan filsafat. Pendapat tersebut sejalan dengan pemikiran Van Peursen (1985), yang mengemukakan bahwa dahulu ilmu merupakan bagian dari filsafat, sehingga definisi tentang ilmu bergantung pada sistem filsafat yang dianut.
Dalam perkembangan lebih lanjut menurut Koento Wibisono (1999), filsafat itu sendiri telah mengantarkan adanya suatu konfigurasi dengan menunjukkan bagaimana “pohon ilmu pengetahuan” telah tumbuh mekar-bercabang secara subur. Masing-masing cabang melepaskan diri dari batang filsafatnya, berkembang mandiri dan masing-masing mengikuti metodologinya sendiri-sendiri.
Dengan demikian, perkembangan ilmu pengetahuan semakin lama semakin maju dengan munculnya ilmu-ilmu baru yang pada akhirnya memunculkan pula sub-sub ilmu pengetahuan baru bahkan kearah ilmu pengetahuan yang lebih khusus lagi seperti spesialisasi-spesialisasi. Oleh karena itu tepatlah apa yang dikemukakan oleh Van Peursen (1985), bahwa ilmu pengetahuan dapat dilihat sebagai suatu sistem yang jalin-menjalin dan taat asas (konsisten) dari ungkapan-ungkapan yang sifat benar-tidaknya dapat ditentukan.
Terlepas dari berbagai macam pengelompokkan atau pembagian dalam ilmu pengetahuan, sejak F.Bacon (1561-1626) mengembangkan semboyannya “Knowledge Is Power”, kita dapat mensinyalir bahwa peranan ilmu pengetahuan terhadap kehidupan manusia, baik individual maupun sosial menjadi sangat menentukan. Karena itu implikasi yang timbul menurut Koento Wibisono (1984), adalah bahwa ilmu yang satu sangat erat hubungannya dengan cabang ilmu yang lain serta semakin kaburnya garis batas antara ilmu dasar-murni atau teoritis dengan ilmu terapan atau praktis.
Untuk mengatasi antara ilmu yang satu dengan ilmu yang lainnya, dibutuhkan suatu bidang ilmu yang dapat menjembatani serta mewadahi perbedaan yang muncul. Oleh karena itu, maka bidang filsafatlah yang mampu mengatasi hal tersebut. Hal ini senada dengan pendapat Immanuel Kant (dalam Kunto Wibisono dkk., 1997) yang menyatakan bahwa filsafat merupakan disiplin ilmu yang mampu menunjukkan batas-batas dan ruang lingkup pengetahuan manusia secara tepat. Oleh sebab itu Francis Bacon (dalam The Liang Gie, 1999) menyebut filsafat sebagai ibu agung dari ilmu-ilmu (the great mother of the sciences).
Lebih lanjut Koento Wibisono dkk. (1997) menyatakan, karena pengetahuan ilmiah atau ilmu merupakan “a higher level of knowledge”, maka lahirlah filsafat ilmu sebagai penerusan pengembangan filsafat pengetahuan. Filsafat ilmu sebagai cabang filsafat menempatkan objek sasarannya: Ilmu (Pengetahuan). Bidang garapan filsafat ilmu terutama diarahkan pada komponen-komponen yang menjadi tiang penyangga bagi eksistensi ilmu yaitu: ontologi, epistemologi dan aksiologi. Hal ini didukung oleh Israel Scheffler (dalam The Liang Gie, 1999), yang berpendapat bahwa filsafat ilmu mencari pengetahuan umum tentang ilmu atau tentang dunia sebagaimana ditunjukkan oleh ilmu.
Interaksi antara ilmu dan filsafat mengandung arti bahwa filsafat dewasa ini tidak dapat berkembang dengan baik jika terpisah dari ilmu. Ilmu tidak dapat tumbuh dengan baik tanpa kritik dari filsafat. Dengan mengutip ungkapan dari Michael Whiteman (dalam Koento Wibisono dkk.1997), bahwa ilmu kealaman persoalannya dianggap bersifat ilmiah karena terlibat dengan persoalan-persoalan filsafati sehingga memisahkan satu dari yang lain tidak mungkin. Sebaliknya, banyak persoalan filsafati sekarang sangat memerlukan landasan pengetahuan ilmiah supaya argumentasinya tidak salah. Lebih jauh, Jujun S. Suriasumantri (1982:22), –dengan meminjam pemikiran Will Durant– menjelaskan hubungan antara ilmu dengan filsafat dengan mengibaratkan filsafat sebagai pasukan marinir yang berhasil merebut pantai untuk pendaratan pasukan infanteri. Pasukan infanteri ini adalah sebagai pengetahuan yang diantaranya adalah ilmu. Filsafatlah yang memenangkan tempat berpijak bagi kegiatan keilmuan. Setelah itu, ilmulah yang membelah gunung dan merambah hutan, menyempurnakan kemenangan ini menjadi pengetahuan yang dapat diandalkan.





KESIMPULAN

PERSAMAAN DAN PERBEDAAN FILSAFAT DAN ILMU

PERSAMAAN:
  • Keduanya mencari rumusan yang sebaik-baiknya menyelidiki obyek selengkap-lengkapnya sampai ke-akar-akarnya
  • Keduanya memberikan pengertian mengenai hubungan atau koheren yang ada antara kejadian-kejadian yang kita alami dan mencoba menunjukkan sebab-akibatnya
  • Keduanya hendak memberikan sistesis, yaitu suatu pandangan yang bergandengan
  • Keduanya mempunyai metode dan sistem
  • Keduanya hendak memberikan penjelasan tentang kenyataan seluruhnya timbul dari hasrat manusia [obyektivitas], akan pengetahuan yang lebih mendasar.

PERBEDAAN:
  • Obyek material [lapangan] filsafat itu bersifat universal [umum], yaitu segala sesuatu yang ada [realita] sedangkan obyek material ilmu [pengetahuan ilmiah] itu bersifat khusus dan empiris. Artinya, ilmu hanya terfokus pada disiplin bidang masing-masing secra kaku dan terkotak-kotak, sedangkan kajian filsafat tidak terkotak-kotak dalam disiplin tertentu
    Obyek formal [sudut pandangan] filsafat itu bersifat non fragmentaris, karena mencari pengertian dari segala sesuatu yang ada itu secara luas, mendalam dan mendasar. Sedangkan ilmu bersifat fragmentaris, spesifik, dan intensif. Di samping itu, obyek formal itu bersifatv teknik, yang berarti bahwa cara ide-ide manusia itu mengadakan penyatuan diri dengan realita
  • Filsafat dilaksanakan dalam suasana pengetahuan yang menonjolkan daya spekulasi, kritis, dan pengawasan, sedangkan ilmu haruslah diadakan riset lewat pendekatan trial and error. Oleh karena itu, nilai ilmu terletak pada kegunaan pragmatis, sedangkan kegunaan filsafat timbul dari nilainnya
  • Filsafat memuat pertanyaan lebih jauh dan lebih mendalam berdasarkan pada pengalaman realitas sehari-hari, sedangkan ilmu bersifat diskursif, yaitu menguraikan secara logis, yang dimulai dari tidak tahu menjadi tahu
  • Filsafat memberikan penjelasan yang terakhri, yang mutlak, dan mendalam sampai mendasar [primary cause] sedangkan ilmu menunjukkan sebab-sebab yang tidak begitu mendalam, yang lebih dekat, yang sekunder [secondary cause].



DAFTAR PUSTAKA
ü  Muntasyir,Rizal.Filsafat Ilmu,Yogyakarta.Pustaka Pelajar,2006
ü  Hakim,Nasution.Pengantar ke Filsafat Sains,Jakarta.Litera AntarNusa,1992
ü  Suriasumantri,Jujun S.Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer,Jakarta.Pustaka Sinar Harapan,2007
ü  Bakar,Osman.Tauhid dan Sains,Bandung.Pustaka Hidayah,1995



Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH DRAMA

Makalah Penalaran

Rahasia Angka dalam Al Quran