Pengaruh Bangsa Asing Dalam Kesusastraan Indonesia
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Sastra pada dasarnya merupakan ciptaan
sebuah kreasi, bukan semata-mata sebuah imitasi (dalam Luxemburg, 1989:5).
Karya sastra sebagai bentuk dan hasil sebuah pekerjaan kreatif pada hakikatnya
adalah suatu media yang mendayagunakan bahasa untuk mengungkapkan tentang
kehidupan manusia. Oleh sebab itu, sebuah karya sastra, pada umumnya, berisi
tentang permasalahan yang melingkupi kehidupan manusia. Kemunculan sastra lahir
dilatarbelakangi adanya dorongan dasar manusia untuk mengungkapkan eksistensi
dirinya. (dalam Sarjidu, 2004: 2).
Sastra Indonesia modern yang menjadi
tonggak pembeda dengan sastra Melayu Lama adalah sastra Barat atau Eropa. Baik
dalam bidang prosa yang kemudian dikenal dengan istilah novel dan cerpen, bidang
puisi, maupun bidang drama dan teater sejak masuknya pengaruh Eropa kini telah
menggeser apa yang dimaksudkan sebagai karya sastra asli Indonesia atau sastra Melayu
sebagai leluhurnya. Kini, ketika sastra Indonesia disebut dengan sastra
Indonesia mutakhir, hampir semua jenis karya sastra yang diproduksi adalah
karya sastra Barat. Sekarang penyair Indonesia tidak lagi menulis berupa pantun
ataupun sekedar anasir-anasir pantun dan sejenisnya, mereka kini menulis puisi
yang beranasirkan puisi Eropa. Penulis prosa Indonesia, baik novelis maupun
cerpenis, tidak lagi mengusung idiom dan gaya cerita model penglipur lara,
melainkan sederet anasir penulisan prosa Eropa.
Ini menandakan bahwa kesusastraan dalam
bangsa Indonesia tidaklah statis, melainkan dinamis karena, pergolakan oleh
bangsa asing terutaman bangsa Eropa. Dalam makalah ini, ada beberapa pengaruh
bangsa asing dalam kesusastraan indonesia, termasuk budaya dan ideologi yang
menjadi ciri garis besar dalam suatu karya sastra.
.
1.2 Rumusan
Masalah
Dalam makalah ini akan dibahas pengaruh
bangsa asing dalam kesusastraan indonesia dalam beberapa aspek yaitu; Agama,
Bahasa, Budaya, dan Ideologi.
1.3 Tujuan
Secara garis besar, penyusunan makalah ini
memiliki tujuan untuk mengemukakan hal-hal mengenai pengaruh bangsa asing dalam
kesusastraan Indonesia kepada pembaca, pengaruh bangsa asing baik dalam
keseluruhan maupun beberapa aspek yang telah disebutkan di atas.
1.4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengaruh Asing Dalam
Kesusastraan Indonesia
Pengaruh
bangsa asing dalam kesusastraan indonesia dibagi dalam beberapa aspek yaitu:
2.1.1
Agama
Dalam
penyebaran agama di Indonesia, tidak hanya keyakinan yang mendapatkan pengaruh,
melainkan kesusatraan juga ikut berubah mengikuti pengaruh yang dilakukan oleh
bangsa asing, Agama yang cukup memberikan dampak perubahan besar dalam
kesusastraan Indonesia yaitu:
2.1.1.1 Hindu
Agama Hindu merupakan agama
yang pertama kali mempengaruhi rakyat Indonesia. Dengan demikian, hadirlah
karya sastra yang berbau Hindu seperti Mahabarata dan Ramayana yang diangkat
menjadi cerita pewayangan Jawa.
2.1.1.2 Islam
Dengan masuknya pedagang
Islam ke Indonesia, karya-karya sastra lama yang dipengaruhi oleh agama Hindu
kian bergeser, hal demikian dipengaruhi karena mudahnya jalur masuk bagi para
pedagang yang berasal dari Arab. Pengaruh agama Islam oleh pedagang arab ini
berupa naskah perwayangan seperti wayang Lombok yang menceritakan kebaikan
sahabat Nabi, cerita-cerita mengenai Nabi Muhammad, dan beberapa hikayat
Islami. Masa sekaranga bisa kita jumpai penyair Islami, seperti Asma Nadia, dan
Emha Ainun Najib.
2.1.2
Bahasa
Hadirnya
bangsa asing di Indonesia tidak hanya menyebarluaskan kepercayaan (agama),
namun pernyebaran bahasa asing pun banyak tersebar ke seluruh wilayah nusantara.
Bahasa merupakan media dalam pembuatan/penciptaan suatu karya sastra, maka
perannya dalam perkembangan kesusastraan indonesia sangat besar. Yaitu
terciptanya sebuah karya sastra yang bisa dibaca oleh masyarakat nusantara.
Berikut bahasa yang memengaruhi perkembangan kesusastraan Indonesia:
2.1.2.1
India,
Arab, dan Parsi (Persia)
Karya
sastra Indonesia (Nusantara) lama itu sudah dimulai sejak abad ke-16 pada zaman
Hamzah Fansuri, Nuruddin Ar-Raniry, dan Syamsuddin Al-Sumatrani hingga periode
para wali di Jawa yang banyak menghasilkan suluk sebagai pengaruh budaya Islam.
Namun, di Jawa jauh sebelum Islam masuk pun sudah memiliki karya sastra kakawin
yang mendapat pengaruh dari India. Kesusastraan asing yang paling berpengaruh
dalam kesusastraan Indonesia lama adalah kesusastraan Arab dan Parsi (Persia).
Jejaknya itu dapat kita baca pada naskah lama yang ditulis dalam aksara Arab
Melayu dan tersebar luas hingga ke seluruh wilayah Nusantara. Karya sastra dari Arab dan Parsi itu banyak
diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu serta meninggalkan bentuk hikayat, syair,
gazal, rubai, gurindam, masnawi, dan
barzanzi dalam khazanah sastra Indonesia lama.
2.1.2.2
Cina
(peranakan)
Sesudah
berlalunya tradisi pernaskahan di Indonesia, pengarang Indonesia modern, yang
dimulai oleh penulis Cina Peranakan,
masih menulis syair dan pantun dalam
karya cetak. Pada tahun 1912, misalnya, sudah mulai ditemukan cerita pendek
yang awal dalam buku cerita Warna Sari yang terbit di Surabaya. Cerita pendek
yang dimuat itu berjudul “Si Marinem” karya H.F.R. Kommer dan ditulis dalam
ragam bahasa Melayu rendah (Sastri, 2012).
2.1.2.3
Jepang
Pada
zaman Jepang, pengaruh kesusastraan asing, seperti Jepang, tidak terlalu banyak
berarti dalam kesusastraan Indonesia. Hal itu disebabkan singkatnya masa
pendudukan Jepang dan tidak adanya upaya penerjemahan karya sastra Jepang ke
dalam bahasa Indonesia pada saat itu. Penerjemahan karya sastra Jepang ke dalam
bahasa Indonesia dimulai pada tahun 1972 ketika Anas Ma’ruf menerjemahkan novel
Yukiguni karya Yasunari Kawabata ke dalam versi Indonesia dengan judul Negeri
Salju (Pustaka Jaya, 1972).
2.1.3
Budaya dan Ideologi
Pada zaman Pujangga
Baru (1933—1942), tarik-menarik antara Barat dan Timur tampak tidak hanya pada
perdebatan Polemik Kebudayaan, tetapi juga dalam usaha mereka menerjemahkan
gagasan itu dalam karya-karyanya. Maka kita dapat melihat puisi-puisi Amir
Hamzah cenderung mengungkapkan nafas sufisme dan kosa kata Melayu kuno (Timur).
Ia juga banyak menerjemahkan khazanah kesusastraan Timur, khasnya India.
Baghawad Gita dan beberapa terjemahan puisi Tiongkok adalah satu contoh
usahanya memperkenalkan khazanah kesusastraan Timur itu. Berbeda dengan Amir
Hamzah, Sutan Takdir Alisjahbana berteriak lantang menganjurkan agar bangsa
Indonesia meniru dan berorientasi ke Barat. Hanya dengan itu, menurutnya,
bangsa Indonesia akan mencapai kemajuan. Salah satu novel Sutan Takdir
Alisjahbana yang tampak mengusung gagasannya mengenai semangat Barat adalah
Layar Terkembang. Pada masa itu,
puisi Indonesia sudah mulai jauh meninggalkan gaya pengucapan pantun atau
syair. Masuknya pengaruh romantisisme Barat – melalui Angkatan `80 (De
Tachtiger Beweging) Belanda – diterima dengan segala penyesuaiannya. Puisi
tidak hanya menjadi alat mengangkat dunia ideal, tetapi juga menjadi sarana
penyadaran akan kebesaran masa lalu. Romantisisme Pujangga Baru lahir bukan karena
kegelisahan atas merosotnya nilai-nilai rohani, spiritualitas, dan terjadinya
eksplorasi kekayaan alam, melainkan sekadar mencari bentuk pengucapan baru
dalam puisi Indonesia.
Sementara itu, di pihak yang lain,
secara ideologis, karya sastra, terutama novel-novel yang diterbitkan Balai
Pustaka memperlihatkan betapa novel-novel yang diterbitkan lembaga itu sejalan
dengan ideologi pemerintah kolonial Belanda. Balai Pustaka sebagai lembaga
penerbitan yang dikelola pemerintah kolonial Belanda, tentu saja memiliki
kepentingan ideologis. Oleh karena itu sangat wajar jika novel-novel yang
diterbitkan Balai Pustaka mengusung kepentingan ideologi kolonial.
Pengenalan karya sastra asing di Indonesia
sebagian besar melalui terjemahan ataupun saduran. Dalam sejarah sastra
Indonesia setidaknya ada tiga penulis yang mempunyai kontribusi cukup besar
dalam memperkenalkan karya sastra asing. Ketiganya yaitu Trisno Sumardjo, Asrul
Sani, dan Sapardi Djoko Damono. Meskipun harus dicatat bahwa hampir sebagian
besar pengarang yang memiliki kemampuan bahasa asing memiliki andil dalam
proses memperkenalkan sastra asing tersebut. Ketiga penulis ini memang perlu
mendapat catatan khusus mengingat secara kuantitatif ketiganya telah
memperkenalkan karya sastra asing dengan menerjemahkannya ke dalam bahasa
Indonesia. Trisno Sumardjo dikenal sebagai penerjemah karya-karya pengarang
Inggris terkenal, yakni William Shakespeare. Asrul Sani menerjemahkan berbagai
pengarang asing termasuk pengarang-pengarang Rusia seperti Anton Chekov. Sapardi
Djoko Damono termasuk pengarang yang juga rajin memperkenalkan khasanah sastra
asing, termasuk dari negeri Timur Tengah ke dalam bahasa Indonesia.
Dengan kian banyaknya karya-karya sastra
asing diterjemahkan ataupun dibaca di Indonesia, kian besar pula penyerapan anasir-anasir asing dalam
kehidupan berkesusastraan di
Indonesia. Selain teknik dan bentuk sastranya, tidak tertutup kemungkinan karya sastra tersebut turut
menyumbangkan pengaruh dalam gaya hidup ataupun ideologis. Kini di Indonesia mulai terbentuk kelompok-kelompok
pembaca buku yang sebelumnya marak di Amerika, yang memiliki agenda rutin
berupa diskusi buku.
2.2 Contoh Karya Yang
Mendapat Pengaruh Dari Negara Asing
Berikut
contoh karya sastra yang mendapatkan pengaruh oleh bangsa asing:
2.2.1 Arab dan Persia
Kesusastraan
asing yang paling berpengaruh dalam kesusastraan Indonesia lama adalah
kesusastraan Arab dan Parsi (Persia). Jejaknya itu dapat kita baca pada naskah
lama yang ditulis dalam aksara Arab Melayu dan tersebar luas hingga ke seluruh
wilayah Nusantara. Karya sastra dari Arab dan Parsi itu banyak
diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu serta meninggalkan bentuk hikayat, syair,
gazal, rubai, gurindam, masnawi, dan barzanzi dalam khazanah sastra
Indonesia.
2.2.2
Eropa (Belanda)
Pada
masa Angkatan Pujangga Baru perkenalan para penulis dan pembaca karya sastra
dengan karya sastra Eropa, khususnya Belanda, semakin mudah diperoleh, baik
melalui buku pelajaran di sekolah maupun melalui karya saduran. Jika sebelumnya
karya sastra asing, seperti Arab dan Parsi, diperoleh melalui hubungan
perdagangan, karya sastra Eropa diperoleh melalui dunia pendidikan pada masa
Hindia-Belanda. Sebuah karya
dari Merari Siregar yang berjudul “Azab dan Sengsara” (1920) dianggap menjadi
tonggak awal kemunculan sastra Indonesia. Dua tahun kemudian, Marah Roesli
dengan karyanya yang berjudul “Siti Nurbaya” seakan menjadi karya masterpiece dalam kesusastraan Indonesia.
Balai Pustaka atau Kantor Bacaan Rakyat merupakan suatu lembaga penerbitan yang
didirikan oleh Belanda tidak semata-mata untuk kepentingan penerbitan
karya-karya sastra, akan tetapi juga ada suatu usaha untuk ‘menertibkan’
karya-karya sastra pada zaman tersebut
2.2.3 Jepang
Penerjemahan
karya sastra Jepang ke dalam bahasa Indonesia dimulai pada tahun 1972 ketika
Anas Ma’ruf menerjemahkan novel Yukiguni karya Yasunari Kawabata ke dalam versi
Indonesia dengan judul Negeri
Salju (Pustaka Jaya, 1972).
Dalam sajak Sapardi, pengaruh kesusastraan asing itu dapat dilihat bukan hanya
pada struktur luar (bentuk), melainkan juga pada isi sajaknya. Pengaruh
kesusastraan asing terekam dalam sajak awalnya yang memperlihatkan
struktur haiku, ‘sajak pendek’ Jepang
2.2.4
India
Pengaruh
kesusastraan India terhadap karya sastra Indonesia dapat kita temukan pada
karya sastra Hikayat Seri
Rama, Ramayana, Mahabarata, Hikayat Panji, Hikayat Cekel Weneng Pati, Barathayudha, dan Kakawin
Arjunawiwaha. Bahkan, dalam tradisi pewayangan Jawa, kisah Mahabharatadan Ramayana sudah diadaptasi menjadi karya sastra
Jawa dan merupakan kisah pewayangan yang sudah dianggap sebagai kebudayaan
adiluhung dan menjadi bagian dari sistem nilai orang Jawa.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Pengaruh asing dalam karya sastra Indonesia merupakan
hasil sintesis pergaulan dan pergulatan sastrawan Indonesia dari masa ke masa.
Hal itu juga menunjukkan keluasan pengetahuan dan minat penulis Indonesia
terhadap karya sastra dunia. Pengaruh asing dalam kesusastraan Indonesia
(Melayu Nusantara) dapat terjadi berkat adanya hubungan perdagangan, seperti
yang terlihat dalam puisi lama/tradisional Melayu karya Hamzah Fansuri hingga
Amir Hamzah. Pada masa Pujangga Baru pengaruh itu dimungkinkan terjadi melalui
dunia pendidikan Hindia Belanda yang mengenalkan karya sastra Eropa dan Belanda
khususnya. Sesudah perang kemerdekaan, pengaruh kesusastraan asing terjadi
melalui indoktrinasi ideologi komunis, seperti yang terlihat dalam karya sastra
zaman Lekra dan juga melalui pergaulan internasional, seperti yang
diperlihatkan dalam karya WS. Rendra, sajak pendek (haiku) Sapardi, atau
dalam pemikiran ajaran Kristen sebagaimana yang digambarkan oleh Darmanto
Jatman dan Subagio Sastrowardoyo.
3.2
Saran
Manusia adalah makhluk
berakal yang selalu keepo dalam
segala hal, untuk iu terciptaya seseuatu yang baru merupakan hal wajar sebab
keingintahuan manusia sealu menghasilkan sesuatu yang baru. Dengan demikian,
bukan berarti kita harus meninggalkan budaya lama untuk mendapatka hal baru,
contohnya seperti kesusastraan, boleh saja kita belajar mengenai kesusastraan asing
yang masih berkibar hingga saat ini, namun kesusastraan lokal harus tetap
terjaga, karena hal itu adalh darah kita.
Daftar Pustaka
https://zonabaca.wordpress.com/2014/11/13/sastra-indonesia/
Komentar