Aspek Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi Ilmu



Dalam filsafat ilmu terdapat tiga aspek yang juga perlu kita pelajari, yaitu:

    Aspek Ontologi

Ontologi berasal dari bahasa Yunani yang artinya ilmu tentang yang ada. Sedangkan,  menurut istilah adalah ilmu yang membahas sesuatu yang telah ada, baik secara jasmani maupun secara rohani. Dalam aspek Ontologi diperlukan landasan-landasan dari sebuah pernyataan-pernyataan dalam sebuah  ilmu. Landasan-landasan itu biasanya kita sebut dengan Metafisika.

Selain Metafisika juga terdapat sebuah asumsi dalam aspek ontologi ini. Asumsi ini berguna ketika kita akan mengatasi suatu permasalahan. Dalam asumsi juga terdapat beberapa paham yang berfungi untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tertentu, yaitu: Determinisme (suatu paham pengetahuan yang sama dengan empiris), Probablistik (paham ini tidak sama dengan Determinisme, karena paham ini ditentukan oleh sebuah kejadian terlebih dahulu), Fatalisme (sebuah paham yang berfungsi sebagai paham penengah antara determinisme dan pilihan bebas), dan paham pilihan bebas. Setiap ilmuan memiliki asumsi sendiri-sendiri untuk menanggapi sebuah ilmu dan mereka mempunyai batasan-batasan sendiri untuk menyikapinya. Apabila kita memakai suatu paham yang salah dan berasumsi yang salah, maka kita akan memperoleh kesimpulan yang berantakan.

    Aspek Epistemologi

Aspek estimologi merupakan aspek yang membahas tentang pengetahuan filsafat. Aspek ini membahas bagaimana cara kita mencari pengetahuan dan seperti apa pengetahuan tersebut.

Pengetahuan adalah jarum sejarah yang selalu berkembang mengikuti perkembangan zaman.Semakin banyak ilmu yang kita pahami, semakin banyak khasanah kita.Dan pengetahuan inilah yang menjadi batasan-batasan kita dalam menelaah suatu ilmu.Hal ini yang mengakibatkan ilmu zaman dahulu dan zaman sekarang berbeda.Misalnya, ditinjau dari segi ilmu teknologi.Teknologi zaman dahulu dan zaman sekarang sangat berbeda jauh. Maka ilmu untuk menyikapi fenomena ini juga akan ikut berkembang dan semakin bertambah.

Dalam aspek epistemologi ini terdapat beberapa logika, yaitu: analogi, silogisme, premis mayor, dan premis minor.

    Analogi, analogi dalam ilmu bahasa adalah persamaan antar bentuk yang menjadi dasar terjadinya bentuk-bentuk yang lain.
Silogisme, silogisme adalah penarikan kesimpulan konklusi secara deduktif tidak langsung, yang konklusinya ditarik dari premis yang disediakan sekaligus.
Premis Mayor, premis mayor bersifat umum yang berisi tentang pengetahuan, kebenaran, dan kepastian.
    Premis Minor, premis minor bersifat spesifik yang berisi sebuah struktur berpikir dan dalil-dalilnya.

Contohnya, premis mayor : semuaorang akhirnya akan mati.

premis minor  : Hasan adalah orang

    Aspek Aksiologi

Aspek aksiologi merupakan aspek yang membahas tentang untuk apa ilmu itu digunakan. Menurut Bramel, dalam aspek aksiologi ini ada Moral conduct, estetic expresion, dan sosioprolitical. Setiap ilmu bisa untuk mengatasi suatu masalah sosial golongan ilmu.Namun, salah satu tanggungjawab seorang ilmuan adalah dengan melakukan sosialisasi tentang menemuannya, sehingga tidak ada penyalahgunaan dengan hasil penemuan tersebut. Dan moral adalah hal yang paling susah dipahami ketika sudah mulai banyak orang yang meminta permintaan, moral adalah sebuah tuntutan.

Ilmu bukanlah sekadar pengetahuan (knowledge).Ilmu memang berperan tetapi bukan dalam segala hal.Sesuatu dapat dikatakan ilmu apabila objektif, metidis, sistematis, dan universal.Dan knowledge adalah keahlian maupun keterampilan yang diperoleh melalui pengalaman maupun pemahanan dari suatu objek.

Sains merupakan kumpulan hasil observasi yang terdiri dari perkembangan dan pengujian hipotesis, teori, dan model yang berfungsi menjelaskan data-data.

PARADIGMA DALAM ILMU SOSIAL DAN HUMANIORA

Paradigma adalah suatu asumsi dasar dan asumsi teoritis yang umum (merupakan suatu sumber nilai), sehingga menjadi sumber hukum, metode, dan penerapan ilmu yang menentukan sifat, ciri, dan karakter ilmu pengetahuan itu sendiri.Paradigma kemudian berkembang menjadi sebuah sumber nilai, kerangka berpikir, orientasi dasar, dan sumber asas.  Singkatnya, paradigma adalah sesuatu yang dapat dibuktikan oleh panca ibdra manusia

PARADIGMA
               

Ilmu adalah pengertahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang pengetahuan tersebut.Ilmu biasanya mempelajari tentang aspek kehidupan manusia, hubungan namusia dan antarmanusia dalam kehidupan bermasyarakat.

Sedangkan Humaniora adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari apa yang diciptakan manusia dan dipertentangkan dengan ilmu pengetahuan alam. Yang dimaksud dengan pertentangan disini adalah apabila kita mempelajari asal-usul manusia, kita akan mengatakan manusia itu berasal dari Tuhan atau manusia itu ciptaan dari Tuhan saat kita meninjau dari Humaniora, dan kita akan mengatakan manusia itu berasal dari revolusi kera saat kira meninjau dari ilmu pengetahuan alam. Pada dasarnya saat kita mempelajari sesuatu dengan humaniora tidak ada yang mampu menyangkal, karena humaniora dapat mempertanggungjawabkan hasil dari sebuah pernyataannya.Hubungan antara paradigma dan humaniora adalah paradigma merupakan dasar dari humaniora agar tidak melenceng..

Humaniora dapat membagi manusia menjadi beberapa tahap, yaitu homo animal, homo erektus, homo safien, homo faber, homo luden, human, human being.Humaniora berfungsi meminimalis probabilitas negatif.

Paradigma dan ilmu sosial saling berkaitan, ilmu sosial adalah sebuah kaidah yang mendasari setiap disoplin ilmu.Ilmu selalu bersifat empiris.Dan untuk membuktikan kebenaran sebuah ilmu tersebut dibutuhkan sebuah paradigma sebagai acuan dasar kebenarannya. Ilmu sosial dan humaniora pun juga mempunyai hubungan, yaitu keduanya sebagai kaidah dasar cara bernalar.

ILMUWAN DAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL

Ilmu merupakan hasil karya perseorangan yang dikomunikasikan dan dikaji secara terbuka oleh masyarakat.Asalkan sesuatu itu memenuhi syarat-syarat dan ketentuan orang-orang yang ada di wilayah tersebut, sesuatu itu langsung bisa diterima sebagai kumpulan ilmu pengetahuan.Penciptaan suatu ilmu bersifat individu, sedangkan komunikasi dan penggunaan ilmu bersifat sosial.Seorang yang menciptakan sebuah ilmu disebut ilmuwan.Seorang ilmuwan berperan penting dalam kelangsungan kehidupan suatu masyarakat.Dengan demikian, ilmuwan mempunyai tanggungjawab penting dalam dirinya karena setiap makhluk hidup tidak dapat lepas dari sebuah tanggungjawab. Tanggungjawab seorang ilmuwan lebih besar dari pada orang-oramg awam lainnya,karena seorang ilmuwan mempunyai ilmu yang cukup diatas orang awam lainnya. Tanggungjawab seorang ilmuwan ini tidak hanya mampu menelaah ilmu tetapi juga harus ikut bertanggungjawab atas kelangsungan sebuah ilmu tersebut digunakan, sehingga ilmu tersebut dapat dimanfaatkan oleh masyarakat dalam kehidupannya.

1.      Pengertian ilmu

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ilmu ialah pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerapkankan gejala-gejala tertentu dibidang  pengetahuan tersebut, seperti ilmu hukum, pendidikan, ilmu ekonomi dan sebagainya. Menurut Mohammad Hatta  ilmu adalah pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan lam suatu hukum sebab-akibat dalam suatu golongan masalah yang sama sifatnya, baik menurut kedudukannya maupun menurut hubungannya. Dapat disimpulkan ilmu merupakan kumpulan pengetahuan yang disusun secara sistematis dengan menggunakan metode-metode tertentu

2.      Pengertian ilmuwan

Ilmuan bermakna ahli atau pakar. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata ilmuwan bermakna orang yang ahli atau banyak pengetahuannya mengenai suatu ilmu, atau orang yang berkecimpung dalam ilmu pengetahuan.  Dari beberapa pendapat ilmuwan  merupakan orang yang melakukan kegiatan atau aktivitas dalam kaitannya bidang keilmuwan. Istilah ilmuan dipakai untuk menyebut aktivitas seseorang untuk menggali permasalahan ilmuwan secara menyeluruh dan mengeluarkan gagasan dalam bentuk ilmiah sebagai bukti hasil kerja mereka kepada dunia dan juga untuk berbagi hasil penyelidikan tersebut kepada masyarakat awam, karena mereka merasa bahwa tanggung jawab itu ada di pundaknya.

Sikap sosial seorang ilmuwan adalah konsisten dengan proses penelaahan keilmuan yang dilakukan. Apabila dalam suatu masyarakat terdapat suatu masalah, seorang ilmuwanlah yang mempunyai peran imperatif karena seperti dikatakan diatas, dia mempunyai latar ilmu yang cukup untuk menempatkan masalah tersebut dalam proporsi yang sebenarnya. Namun dalam bidang lain, seorang ilmuwan juga akan dihadapkan dengan masalah-masalah yang terjadi dalam kehidupan masyarakat umum dan kehidupan yang akan datang. Tanggungjawab sosial seorang ilmuwan juga termasuk bagaimana menyelesaikan masalah dalam sebuah masyarakat.

3.      Ciri Ilmuawan

Seorang ilmuawan tampaknya tidak cukup  hanya memiliki daya kritis tinggi, kejujuran, jiwa terbuka, dan tekad besar dalam mencari atau menunjukkan kebenaran pada akhirnya, netral, tetapi lebih dari semua itu ialah penghayatan terhadap etika serta moral ilmu dimana manusia dan kehidupan itu harus pilihan juga sekaligus junjungan utama.

4.      Syarat-Syarat yang harus Dipatuhi Seorang Ilmuwan

Seorang ilmuwan harus memenuhi beberapa syarat, diantaranya:

a.       Prosedur ilmiah

b.      Metode ilmiah

c.       Adanya suatu gelar yang berdasarkan pendidikan formalnya yang ditempuh

Kejujuran ilmuwan, yakni suatu kemauan yang besar, ketertarikan pada perkembangan Ilmu Pengetahuan terbaru dalam rangka profesionalitas keilmuannya.

5.      Pengertian Tanggung Jawab Sosial

Dalam Bahasa inggris, responsibiliti; dari latin responsum (jawaban konsep tanggung jawab), berdasarkan ide-ide sebagai berikut:

a.       Kewajiban.

Terdapat tindakan-tindakan yang harus dan dapat dijalankan oleh makhluk hrasional.

b.      Liabilitas atau impulabilitas ( kemungkinan untuk digugat).

Kelalaian seseorang terhadap tindakan ini dapat dikenakan hukuman.

c.       Ketaatan seseorang terhadap tindakan-tindakan ini berkaitan dengan ganjaran (penghargaan, pujian).

Aturan Dari ketiga ide di atas didasarkan pada pandangan bahwa.

    Motif-motif manusia merupaka sebab perilaku;
    Motif-motif itu dapat dikondisikan (dikontrol, dipengaruhi, dan disesuaikan) oleh hal-hal seperti: ganjaran dan hukuman.
Motif- motif ini harus dan layak dikondisikan.

Masalah yang kadang terjadi dalam kehidupan dewasa ini adalah demonstrasi yang dimana masyarakat mengekspresikan pendapatnya di depan umum, namun terkadang menimbulkan kerusuhan, atau remaja yang melakukan penyimpangan sosial dengan melakukan kenakalan-kenakalan remaja. Seorang ilmuwan harus mampu mengidentifikasi kemungkinan permasalahan sosial yang berkembang berdasarkan permasalahan sosial yang sering terjadi dimasyarakat. Seorang ilmuwan harus mampu bekerjasama dengan masyarakat umum yang mana dimasyarakat tersebut sering terjadi permasalahan sosial sehingga ilmuwan tersebut dapat merumuskan jalan keluar yang akan dilakukan.

Namun, bagaimana seorang ilmuwan harus bersikap ketika menghadapi sebuah pemikiran yang telah keliru dalam masyarakat? Seorang ilmuwan tidak akan menolak maupun menerima suatu pemikiran begitu saja sebelum dia meneliti dan mencermati pemikiran tersebut sebelumnya. Dan disinilah yang sangat membedakan orang awam dengan seorang ilmuwan. Dia akan berbicara kepada masyarakat saat dia mengetahui sebuah pemikiran yang salah tersebut. Dia akan menjelaskan dimana kesalah pemikiran tersebut, menjelaskan konsekuensi apa yang akan diterima jika menggunakan pemikiran tersebut, dan akan menjelaskan pula pemikiran apa yang benar.

6.      Hubungan Ilmu dengan Ilmuwan

Ilmu dan ilmuwan merupakan satu kesatuan atau sebab akibat, yaitu ilmuwan mencari, menemukan, menerapkan pengetahuannya yang terbentuk dalam sebuah teori atau ilmu. Ilmuwan dan tanggung jawab sosial pemikiran tersebut, menjelaskan konsekuensi apa yang akan diterima jika mengguanakan pikiran tersebut, dan akan menjelaskan pula pemikiran apa yang benar. Ilmuwan bertanggung jawab dalam hal memberikan ramalan-ramalan berdasarkan pengetahuannya mengenai permasalahan-permasalahan yang sedang menggejala maupun yang tersimpan dalam kehidupan masyarakat.Ilmuwan dalam rangka itu bukan saja mengendalikan pengetahuan dan daya isinya, namun juga integritas kepribadiannya dalam suatu kehidupan sosial yang luas dan mendalam.

Logika, Etika, dan Estetika

1. Pengertian Logika, Etika, dan Estetika

1.1 Logika

Logika merupakan cabang filsafat yang berpangkal pada penalaran, dan sekaligus juga sebagai dasar filsafat dan sebagai sarana ilmu. Dengan fungsi sebagai dasar filsafat dan sarana ilmu,maka logika merupakan “jembatan penghubung” antara filsafat dan ilmu, yang secara terminologis logika didefinisikan: Teori tentang penyimpulan yang sah. Penyimpulan pada dasarnya bertitik tolak dari suatu pangkal-pikir tertentu, yang kemudian ditarik suatu kesimpulan.

Logika adalah ilmu pengetahuan mengenai penyimpulan yang lurus. Ilmu pengetauan ini menguraikan tentang aturan – aturan serta cara – cara untuk mencapai kesimpulan.

Berdasarkan proses penalaran dan juga sifat kesimpulan yang dihasilkannya, logika dibedakan atas logika deduktif dan logika induktif. Logika deduktif adalah sistem penalaran yang menelaah prinsip-prinsip penyimpulan yang sah berdasarkan bentuknya serta kesimpulan yang dihasilkan sebagai kemestian diturunkan dari pangkal pikirnya. Dalam logika ini yang terutama ditelaah adalah bentuk dari kerjanya akal jika telah runtut dan sesuai dengan pertimbangan akal yang dapat dibuktikan tidak ada kesimpulan lain karena proses penyimpulannya adalah tepat dan sah. Logika induktif adalah sistem penalaran yang menelaah prinsip-prinsip penyimpulan yang sah dari sejumlah hal khusus sampai pada suatu kesimpulan umum yang bersifat boleh jadi.Kesimpulan hanya bersifat probabilitas berdasarkan atas pernyataan – pernyataan yang telah diajukan. Bagi logika deduktif ada perangkat aturan yang dapat diterapkan ampir – ampir secara otomatis, sedangkan bagi logika induktif tidak ada  aturan – aturan yang demikian itu kecuali hukum – hukum probabilitas. Sejarah Perkembangan Logika :

Logika pertama-tama disusun oleh Aristoteles (384-322 SM), sebagai sebuah ilmu tentang hukum-hukum berpikir guna memelihara jalan pikiran dari setiap kekeliruan. Logika sebagai ilmu baru pada waktu itu, disebut dengan nama “analitika” dan “dialektika”. Kumpulan karya tulis Aristoteles mengenai logika diberi nama Organon, terdiri atas enam bagian.
Theoprastus (371-287 sM), memberi sumbangan terbesar dalam logika ialah penafsirannya tentang pengertian yang mungkin dan juga tentang sebuah sifat asasi dari setiap kesimpulan. Kemudian, Porphyrius (233-306 M), seorang ahli pikir di Iskandariah menambahkan satu bagian baru dalam pelajaran logika. Bagian baru ini disebut Eisagoge, yakni sebagai pengantar Categorie.Dalam bagian baru ini dibahas lingkungan-lingkungan zat dan lingkungan-lingkungan sifat di dalam alam, yang biasa disebut dengan klasifikasi.Dengan demikian, logika menjadi tujuh bagian.
Tokoh logika pada zaman Islam adalah Al-Farabi (873-950 M) yang terkenal mahir dalam bahasa Grik Tua, menyalin seluruh karya tulis Aristoteles dalam berbagai bidang ilmu dan karya tulis ahli-ahli pikir Grik lainnya.Al-Farabi menyalin dan memberi komentar atas tujuh bagian logika dan menambahkan satu bagian baru sehingga menjadi delapan bagian.
Petrus Hispanus (meninggal 1277 M) menyusun pelajaran logika berbentuk sajak, seperti All-Akhdari dalam dunia Islam, dan bukunya itu menjadi buku dasar bagi pelajaran logika sampai abad ke-17. Petrus Hispanus inilah yang mula-mula mempergunakan berbagai nama untuk sistem penyimpulan yang sah dalam perkaitan bentuk silogisme kategorik dalam sebuah sajak. Dan kumpulan sajak Petrus Hispanus mengenai logika ini bernama Summulae.
Francis Bacon (1561-1626 M) melancarkan serangan sengketa terhadap logika dan menganjurkan penggunaan sistem induksi secara lebih luas.Serangan Bacon terhadap logika ini memperoleh sambutan hangat dari berbagai kalangan di Barat, kemudian perhatian lebih ditujukan kepada penggunaan sistem induksi.
Pembaruan logika di Barat berikutnya disusul oleh lain-lain penulis di antaranya adalah Gottfried Wilhem von Leibniz.Ia menganjurkan penggantian pernyataan-pernyataan dengan simbol-simbol agar lebih umum sifatnya dan lebih mudah melakukan analisis. Demikian juga Leonard Euler, seorang ahli matematika dan logika Swiss melakukan pembahasan tentang term-term dengan menggunakan lingkaran-lingkaran untuk melukiskan hubungan antarterm yang terkenal dengan sebutan circle-Euler.
John Stuart Mill pada tahun 1843 mempertemukan sistem induksi dengan sistem deduksi.Setiap pangkal-pikir besar di dalam deduksi memerlukan induksi dan sebaliknya induksi memerlukan deduksi bagi penyusunan pikiran mengenai hasil-hasil eksperimen dan penyelidikan.Jadi, kedua-duanya bukan merupakan bagian-bagian yang saling terpisah, tetapi sebetulnya saling membantu.Mill sendiri merumuskan metode-metode bagi sistem induksi, terkenal dengan sebutan Four Methods.
Logika Formal sesudah masa Mill lahirlah sekian banyak buku-buku baru dan ulasan-ulasan baru tentang logika.Dan sejak pertengahan abad ke-19 mulai lahir satu cabang baru yang disebut dengan Logika-Simbolik.Pelopor logika simbolik pada dasarnya sudah dimulai oleh Leibniz.
Logika simbolik pertama dikembangkan oleh George Boole dan Augustus de Morgan.Boole secara sistematik dengan memakai simbol-simbol yang cukup luas dan metode analisis menurut matematika, dan Augustus De Morgan (1806-1871) merupakan seorang ahli matematika Inggris memberikan sumbangan besar kepada logika simbolik dengan pemikirannya tentang relasi dan negasi.
    Tokoh logika simbolik yang lain ialah John Venn (1834-1923), ia berusaha menyempurnakan analisis logik dari Boole dengan merancang diagram lingkaran-lingkaran yang kini terkenal sebagai diagram Venn (Venn’s diagram) untuk menggambarkan hubungan-hubungan dan memeriksa sahnya penyimpulan dari silogisme. Untuk melukiskan hubungan merangkum atau menyisihkan di antara subjek dan predikat yang masing-masing dianggap sebagai himpunan.Perkembangan logika simbolik mencapai puncaknya pada awal abad ke-20 dengan terbitnya 3 jilid karya tulis dua filsuf besar dari Inggris Alfred North Whitehead dan Bertrand Arthur William Russell berjudul Principia Mathematica (1910-1913) dengan jumlah 1992 halaman. Karya tulis Russell-Whitehead Principia Mathematica memberikan dorongan yang besar bagi pertumbuhan logika simbolik.
Di Indonesia pada mulanya logika tidak pernah menjadi mata pelajaran pada perguruan-perguruan umum.Pelajaran logika cuma dijumpai pada pesantren-pesantren Islam dan perguruan-perguruan Islam dengan mempergunakan buku-buku berbahasa Arab.Pada masa sekarang ini logika di Indonesia sudah mulai berkembang sesuai perkembangan logika pada umumnya yang mendasarkan pada perkembangan teori himpunan.

1.2  Etika

Dalam pergaulan hidup bermasyarakat, bernegara hingga pergaulan hidup tingkat internasional diperlukan suatu sistem yang mengatur bagaimana seharusnya manusia bergaul.Sistem pengaturan pergaulan tersebut menjadi saling menghormati dan dikenal dengan sebutan sopan santun, tata krama, protokoler dan lain-lain.

Maksud pedoman pergaulan tidak lain untuk menjaga kepentingan masing-masing yang terlibat agar mereka senang, tenang, tentram, terlindung tanpa merugikan kepentingannya serta terjamin agar perbuatannya yang tengah dijalankan sesuai dengan adat kebiasaan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan hak-hak asasi umumnya. Hal itulah yang mendasari tumbuh kembangnya etika di masyarakat kita.

Etika marupakan cabang aksiologi yang pada intinya membicarakan predikat – predikat nilai benar dan salah.Sebagai pokok bahasan yang khusus, etika membicarakan sifat – sifat yang menyebabkan orang dapat disebut susila atau bajik.

Perkataan etika atau lazim juga disebut etik, berasal dari kata Yunani ETHOS yang berarti norma-norma, nilai-nilai, kaidah-kaidah dan ukuran-ukuran bagi tingkah laku manusia yang baik, seperti yang dirumuskan oleh beberapa ahli berikut ini :

- Drs. O.P. SIMORANGKIR : etika atau etik sebagai pandangan manusia dalam

berprilaku menurut ukuran dan nilai yang baik.

- Drs. Sidi Gajalba dalam sistematika filsafat : etika adalah teori tentang tingkah laku perbuatan manusia dipandang dari segi baik dan buruk, sejauh yang

dapat ditentukan oleh akal.

- Drs. H. Burhanudin Salam : etika adalah cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma moral yang menentukan prilaku manusia dalam hidupnya.

Etika lebih bersangkutan dengan pembicaraan mengenai prinsip – prinsip pembenaran dibandingkan dengan pembicaraan yang bersangkutan dengan keputusan – keputusan yang sungguh – sungguh telah diambil.Etika tidak memberikan pedoman – pedoman terperinci atau ketentuan – ketentuan yang tegas serta tetap mengenai bagaimana caranya idup secara bijak.

Istilah etika dipakai dalam dua macam arti.Arti pertama dimaksudkan sebagai suatu kumpulan pengetahuan mengenai penilaian terhadap perbuatan – perbuatan manusia. Arti kedua merupakan predikat yang dipakai untuk membedakan hal – hal, perbuatan – perbuatan, atau manusia – manusia tertentu dengan hal – hal, perbuatan – perbuatan, atau manusia – manusia yang lain.

Etika dalam perkembangannya sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Etika memberi manusia orientasi bagaimana ia menjalani hidupnya melalui rangkaian tindakan sehari-hari. Itu berarti etika membantu manusia untuk mengambil sikap dan bertindak secara tepat dalam menjalani hidup ini. Etika pada akhirnya membantu kita untuk mengambil keputusan tentang tindakan apa yang perlu kita lakukan.

1.3 Estetika

Estetika adalah salah satu cabang filsafat.Hakikat keindahan dinamakan estetika. Secara sederhana, estetika adalah ilmu yang membahas keindahan, meskipun demikian, estetika mempersoalkan pula teori – teori mengenai seni, bagaimana ia bisa terbentuk, dan bagaimana seseorang bisa merasakannya. Pembahasan lebih lanjut estetika adalah sebuah filosofi yang mempelajari nilai-nilai sensoris, yang kadang dianggap sebagai penilaian terhadap sentimen dan rasa.Estetika merupakan cabang yang sangat dekat dengan filosofi seni.sesuai dengan aspek atau sisi kehidupan manusianya.

2.  Peran Logika,Etika, dan Estetika dalam Ilmu

2.1 Peran Logika dalam Ilmu

Untuk menemukan suatu kebenaran kita menggunakan logika yang pada dasarnya terdiri dari angkah- langkah sebagai berikut.

    Perumusan masalah : yang merupakan pertanyaan mengenai objek empiris yang jelas batas- batasnya, serta dapat diidentifikasikan faktor- faktor yang terkait di dalamnya.
    Penyusunan kerangka berfikir dalam mengajukan hipotesis : yang merupakan agumentasi yang menjelaskan hubungan yang mungkin terdapat antara berbagai faktor yang saling mengait dan membentuk konstelasi permasalahan. Kerangka berfikir ini disusun secara rasional berdasarkan premis- premis ilmiah yang telah teruji kebenaannya dengan memperhatikan faktor- faktor empiris yang relefan dengan permasalahannya.
Perumusan hipotesis yang merupakan jawaban sementara atau dugaan terhadap pertanyaan yang diajukan yang materinya merupakan kesimpulan dari kerangka berfikir yang dikembangkan.
Pengujian hipotesis yang merupakan pengumpulan fakta- fakta yang relefan dengan hipotesis yang diajukan untuk memperlihatkan apakah terdapat fakta- fakta yang mendukung hipotesis tersebut atau tidak.
Penarikan kesimpulan yang merupakan penelitian apakah sebuah hipotesis yang diajukan ditolak atau diterima.Hipotesis yang diterima dianggar menjadi pengetahuan karena telah memenuhi persyaratan keilmuan yakni telah teruji kebenarannya.

Dapat disimpulkan bahwa ilmu merupakan kumpulan pengetahuan yang disusun secara konsisten dan kebenarannya telah diuji secara empiris dengan tahapan- tahapan yang menggunakan logika.Ilmu tidak bertujuan untuk mencari kebenaran absolute melainkan kebenaran yang bermanfaat bagi manusia dalam tahap perkembangan tertentu.

2.2  Peran Etika dalam Ilmu

    Dari sudut multikulturalisme, pertanyaan tentang makna perilaku orang lain merupakan salah satu pertanyaan pertama yang harus disampaikan sebagaiman yang telah kita ketahui, ciri utama kepekaan multikultural adalah kesadaran bahwa orang lain melakukan sesuatu yang berbeda ari cara kita sendiri dan cara- cara kelompok kita dalam melakukan segala sesuatu. Anda tidak dapat mengasumsikan bahwa apa yang anda maksud dengan tutur atau isyarat atau praktik itu tidaklah sama dengan yang dimaksudkan orang lain. Akibatnya kaidah utama multikulturalisme adalah sesuatu dihadapkan pada perilaku orang lain. Janganlah memberikan pra anggapan bahwa perilaku itu memiliki maksut yang sama seperti saat anda memperlihatkan perilaku tersebut, hendaknya selalu menanyakan apa maksut perilaku itu/? Dengan pra anggapan bahwa makna ini kemungkinan berbeda dari apa yang tampak sekilas.
Tindakan manusia merupakan gambaran sipa dirinya karena adanya makna yang diungkapkannya.
Benarkah bahwa makin cerdas, maka makin baik pula perbuatan kita?Apakah manusia yang memilki penalaran tinggi lalu makin berbudi?Sebab moral mereka dilandasi analisis yang hakiki ataukah malah sebaliknya, makin cerdas maka makin pandai pula kita berdusta?Manusia sangat berhutang pada ilmu dan teknogi.
Menurut faham yunani bentuk tertinggi dari ilmu adalah kebijaksanaan.Bersama itu terlihat sikap etika.Di zaman yunani itu etika dan politik saling berjalan erat.Kebiksanaan politik mengajarkan bagaimana manusia harus mengalahkan Negara. Sebaliknya, ilmu tidak mengubah apa- apa. Nilai dari ilmu terletak pada penerapannya.

2.3 Peran Estetika dalam Ilmu

Estetika merupakan nilai- nilai yang berkaitan dengan kreasi seni dengan pengalaman- pengalaman kita yang berhubunagn dengan seni.Hasil- hasil ciptaan seni didasarkan atas prinsip- prinsip yang dapat dikelompokkan sebagai rekayasa, pola, bentuk dan sebagainya.

Adapun yang mendasari filsafat pendidikan dan estetika pendidikan adalah lebih menitikberatkan kepada “Predikat” keindahan yang diberikan pada hasil seni dalam dunia pendidikan sebagai mana diungkapkan oleh Rundall dan Buchler mengemukakan ada tiga interpretasi tentang hakikat seni :

    Seni sebagai penembusan terhadap realitas, selain pengalaman
    Seni sebagai alat kesenangan
    Seni sebagai ekspresi yang sebenarnya tentang pengalaman

Namun lebih jauh dari itu untuk dunia pendidikan hendaklah nilai estetika menjadi patokan penting dalam proses pengembangan pendidikan yakni dengan menggunakan pendekatan estesis-moral, dimana setiap persoalan pendidikan coba dilihat dari perspektif yang mengikut sertakan kepentingan masing-masing pihak baik itu siswa, guru, pemerintah, pendidik serta masyarat luas. Ini berarti pendidikan diorientasikan pada upaya menciptakan suatu kepribadian yang kreatif, berseni.

3. Yang Mempengaruhi Logika, Etika, dan  Estetika dalam Ilmu

3.1 Logika

Seperti diketahui penalaran merupakan suatu proses yang menghasilkan pengetahuan, yang harus dipertanggungjawabkan, maka penarikan kesimpulan yang valit harus didapat dengan cara tertentu, Dalam berfikir kita memerlukan sebuah penalaran itu yang sejalan dengan akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa. Hal demikianlah kata logika itu ada.Dalam usaha untuk memasarkan fikiran-fikirannya serta pendapat-pendapatnya. Filsuf-filsuf Yunani kuno tidak jarang mencoba membantah pikiran yang lain dengan menenjukkan kesesatan penalarannya. Logika digunakan untuk melakukan pembuktian.Logika mengatakan yang bentuk inferensi yang berlaku dan yang tidak.Dengan adanya sebuah pemikiran hingga menghasilkan suatu penarikan kesimpulan yang disebut dengan logika tersebut, harus mempunyai kefaliditasan sebuah argumen yang ditentukan oleh bentuk logisnya, bukan oleh isinya. Dalam hal ini logika menjadi alat untuk menganalisis argumen, yakni hubungan antara kesimpulan dan bukti-bukti yang diberikan ( premis ). Di dalam mengahasilkan suatu kesimpulan terdapat dua cara yakni : penelaran diduktif dan penalaran induktif

Penalaran Deduktif merupakan penalaran yang membangun atau mengefaluasi argument deduktif.Argument deduktif jika kebenaran dari kesimpulan ditarik/ merupakan konsekwensi logis dari premis-premisnya.Argument dinyatakan falid atau tidak falid, bukan benar atau salah.Dinyatakan falid, jika kesimpulannya merupakan konsekwensi logis dari premisnya.

Contoh : 1. Setiap mamalia mempunyai sebuah jantung

2. Semua kuda adalah mamalia

3. Setiap kuda mempunyai sebuah jantung ( kesimpulan).

    Penalaran induktif merupakan penalaran yang berangkat dari serangkaian fakta-fakta khusus untuk mencapai kesimpulan umum

Contoh : 1. Kuda sumba mempunyai sebuah jantung

2. Kuda Autralia mempunyai sebuah jantung

3. Kuda Amerika mempunyai sebuah jantung

4. Kuda Inggris mempunyai sebuah jantung

5. Setiap kuda memiliki sebuah jantung

Berikut yang mem bedakan penalaran deduktif dan induktif

Deduktif
               

Induktif

    Jika semua benar, maka kesimpulan pasti benar
    Semua informasi atau fakta pada kesimpulan sudah ada, sekarang-sekarangnya secara implisit dalam premis
Jika premis benar, kesimpulan mungkin benar, tapi tidak pasti.
Kesimpulan memuat informasi yang tidak ada bahkan secara implicit, dalam premis.

               

Sebuah logika dipengaruhi dari kenyataan- kenyataan umum yang ada dalam kehidupan kita.Pengetahuan yang dikumpulkan manusia bukanlah merupakan koleksi dari berbagai fakta melainkan esensi dan fakta- fakta tersebut.Demikian juga dalam pernyataan mengenai fakta- fakta yang dipaparkan, pengetahuan tidak bermaksud membuat reproduksi dari objek tertentu, melainkan menekankan kepada struktur dasar yang menyangga ujud fakta tersebut.

3.2  Etika

Etika merupakan ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan juga mengenai hak dan kewajiban moral. Etika berlaku dalam kehidupan bermasyarakat ada sudah turun- temurun seperti sudah ada suatu ketetapan menentukan mana yang benar dan mana yang salah.Penetapan dalam etika dipengaruhi oleh kebiasaan yang ada dalam masyarakat.Di mana kebiasaan itu merupakan suatu peristiwa fakta yang sering terjadi dansecara tidak langsung menjadi suatu etika.

3.3  Estetika

Estetika mempunyai suatu pengertian keindahan yang mana setiap orang berbeda    menyikapinya.Cabang ilmu filsafat ini sangatlah dekat dengan filosofi ini. Estetika ini bisa diwujudkan berupa suatu karya, namun perubahan pola pikir dalam masyarakat akan turut mempengaruhi   penilaian terhadap keindahan itu sendiri. Jadi yang mempengaruhi estetika bergantung pada individu masing- masing.

4        Hubungan Logika, Etika dan Estetika dalam  Ilmu

Sebelum kita mengetahui dan mempelajari lebih jauh antara hubungan Logika, Etika dan Estetika dengan ilmu terlebih dahulu kita harus mengetahui pengertian ketiga unsur tersebut , dan beberapa pengertiannya adalah sebagai berikut.

Logika :

Penalaran merupakan suatu proses  berpikir yang membuahkan pengetahuan.  Agar pengetahuan yang dihasilkan penalaran itu mempunyai dasar kebenaran maka proses berpikir itu harus dilakukan suatu cara tertentu.  Suatu penarikan kesimpulan baru dianggap shahih (valid) kalau proses penarikan kesimpulan tersebut dilakukan menurut cara tertentu tersebut. Cara penarikan kesimpulan tersebut dinamakan logika, dimana logika secara luas dapat didefinisikan sebagai pengkajian untuk berpikir secara shahih.

Oleh karena itu cukup jelas bahwa logika merupakan pengetahuan tentang kaidah berpikir dengan jalan pikiran yang masuk akal , dan logika merupakan suatu penalaran dimana setelah itu akan muncul suatu metafisis  “benar atau salah.”

    Etika    :

Adalah perilaku terhadap kesantunan atau  tata krama yang terikat oleh hukum sosial. Sesuatu yang dianggap baik atau buruk didalam etika sangat bergantung pada budaya masing-masing individu atau bisa dikatakan bahwa etika selalu bersikap normatif (sesuai dengan norma yang berlaku). Etika juga menjelaskan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak).

    Estetika           :

Cabang dari filsafat yang membahas dan menelaah tentang seni dan keindahan serta tanggapan manusia terhadapnya dalam  kata lain yang indah atau yang jelek. Estetika berhubungan erat dengan proses timbal balik antara subyek dan obyek untuk memperoleh kesenangan. Estetika (keindahan) merupakan proses diakteki yang serasi antara beberapa unsur, yaitu diri kita, manusia lain, lingkungan dan alam. Untuk dapat memperoleh estetika yang dianggap benar ketiga unsur tersebut tidak dapat dilupakan.

Dari ketiga definisi tersebut dapat kita simpulkan bahwa logika, etika, dan estetika saling berhubungan erat dalam pembentukan ide yang dituangkan dan dikelola berdasarkan logika .Dalam mempelajari ilmu-ilmu untuk mendapatkan kejelasan dan tidak ada keraguan landasan, logika harus diterapkan untuk dijadikan sebagai pedoman. Jika memang ilmu itu benar maka benar dan  jika salah maka kita gunakan ilmu yang benar. Sehingga dalam prosesnya kita dapat memahami dan menerapkannya dengan baik. Yang kedua etika dlam proses mempelajari ilmu unsur etika sangat mendukung  sebab etika berhubungan langsung dengan norma dan budaya . Dalam mempelajari ilmu kita harus memperhatikan perilaku kita dan jangan sampai ilmu yang kita miliki merugikan dan bahkan merusak norma dan kebudayaan yang kita miliki. Jika hal tersebut terjadi maka sanksi sosial lah yang akan kita terima. Dan yang terakhir adalah nilai estetika (keindahan). Ilmu akan lebih bermanfaat , jika bisa disebut ilmu itu indah, maksudnya ilmu dapat diterima dari beberapa unsur keindahan diri kita sendiri, manusia lain, dan alam serta lingkungan.


Dalam filsafat ilmu terdapat tiga aspek yang juga perlu kita pelajari, yaitu:

    Aspek Ontologi

Ontologi berasal dari bahasa Yunani yang artinya ilmu tentang yang ada. Sedangkan,  menurut istilah adalah ilmu yang membahas sesuatu yang telah ada, baik secara jasmani maupun secara rohani. Dalam aspek Ontologi diperlukan landasan-landasan dari sebuah pernyataan-pernyataan dalam sebuah  ilmu. Landasan-landasan itu biasanya kita sebut dengan Metafisika.

Selain Metafisika juga terdapat sebuah asumsi dalam aspek ontologi ini. Asumsi ini berguna ketika kita akan mengatasi suatu permasalahan. Dalam asumsi juga terdapat beberapa paham yang berfungi untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tertentu, yaitu: Determinisme (suatu paham pengetahuan yang sama dengan empiris), Probablistik (paham ini tidak sama dengan Determinisme, karena paham ini ditentukan oleh sebuah kejadian terlebih dahulu), Fatalisme (sebuah paham yang berfungsi sebagai paham penengah antara determinisme dan pilihan bebas), dan paham pilihan bebas. Setiap ilmuan memiliki asumsi sendiri-sendiri untuk menanggapi sebuah ilmu dan mereka mempunyai batasan-batasan sendiri untuk menyikapinya. Apabila kita memakai suatu paham yang salah dan berasumsi yang salah, maka kita akan memperoleh kesimpulan yang berantakan.

    Aspek Epistemologi

Aspek estimologi merupakan aspek yang membahas tentang pengetahuan filsafat. Aspek ini membahas bagaimana cara kita mencari pengetahuan dan seperti apa pengetahuan tersebut.
Pengetahuan adalah jarum sejarah yang selalu berkembang mengikuti perkembangan zaman.Semakin banyak ilmu yang kita pahami, semakin banyak khasanah kita.Dan pengetahuan inilah yang menjadi batasan-batasan kita dalam menelaah suatu ilmu.Hal ini yang mengakibatkan ilmu zaman dahulu dan zaman sekarang berbeda.Misalnya, ditinjau dari segi ilmu teknologi.Teknologi zaman dahulu dan zaman sekarang sangat berbeda jauh. Maka ilmu untuk menyikapi fenomena ini juga akan ikut berkembang dan semakin bertambah.
Dalam aspek epistemologi ini terdapat beberapa logika, yaitu: analogi, silogisme, premis mayor, dan premis minor.

    Analogi, analogi dalam ilmu bahasa adalah persamaan antar bentuk yang menjadi dasar terjadinya bentuk-bentuk yang lain.
Silogisme, silogisme adalah penarikan kesimpulan konklusi secara deduktif tidak langsung, yang konklusinya ditarik dari premis yang disediakan sekaligus.
Premis Mayor, premis mayor bersifat umum yang berisi tentang pengetahuan, kebenaran, dan kepastian.
    Premis Minor, premis minor bersifat spesifik yang berisi sebuah struktur berpikir dan dalil-dalilnya.

Contohnya, premis mayor : semuaorang akhirnya akan mati.
premis minor  : Hasan adalah orang

    Aspek Aksiologi

Aspek aksiologi merupakan aspek yang membahas tentang untuk apa ilmu itu digunakan. Menurut Bramel, dalam aspek aksiologi ini ada Moral conduct, estetic expresion, dan sosioprolitical. Setiap ilmu bisa untuk mengatasi suatu masalah sosial golongan ilmu.Namun, salah satu tanggungjawab seorang ilmuan adalah dengan melakukan sosialisasi tentang menemuannya, sehingga tidak ada penyalahgunaan dengan hasil penemuan tersebut. Dan moral adalah hal yang paling susah dipahami ketika sudah mulai banyak orang yang meminta permintaan, moral adalah sebuah tuntutan.
Ilmu bukanlah sekadar pengetahuan (knowledge).Ilmu memang berperan tetapi bukan dalam segala hal.Sesuatu dapat dikatakan ilmu apabila objektif, metidis, sistematis, dan universal.Dan knowledge adalah keahlian maupun keterampilan yang diperoleh melalui pengalaman maupun pemahanan dari suatu objek.


ONTOLOGI DALAM FILSAFAT ILMU
1. PENGERTIAN ONTOLOGI
Sebagai sebuah disiplin ilmu, filsafat tentu juga akan mengalami dinamika dan perkembangan sesuai dengan dinamika dan perkembangan ilmu-ilmu yang lain, yang biasanya mengalami percabangan. Filsafat sebagi suatu disiplin ilmu telah melahirkan tiga cabang kajian. Ketiga cabang kajian itu ialah teori hakikat (ontologi), teori pengetahuan (epistimologi), dan teori nilai (aksiologi
Pembahasan tentang ontologi sebagi dasar ilmu berusaha untuk menjawab “apa” yang menurut Aristoteles merupakan The First Philosophy dan merupakan ilmu mengenai esensi benda. Kata ontologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu On=being, dan Logos=logic. Jadi, ontologi adalah The Theory of Being Qua Being (teori tentang keberadaan sebagai keberadaan.
Ontologi membahas tentang yang ada, yang tidak terikat oleh satu perwujudan tertentu.Membahas tentang yang ada, yang universal, dan menampilkan pemikiran semesta universal. Berupaya mencari inti yang temuat dalam setiap kenyataan, dan menjelaskan yang ada yang meliputi semua realitas dalam semua bentuknya
 Sedangkan Jujun S. Suriasamantri mengatakan bahwa ontologi membahas apa yang ingin kita ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu, atau dengan perkataan lain suatu pengkajian mengenai yang “ada
Menurut Sidi Gazalba, ontologi mempersoalkan sifat dan keadaan terakhir dari kenyataan. Karena itu, disebut ilmu hakikat yang bergantung pada pengetahuan.Dalam agama, ontologi mempersoalkan tentang Tuhan Amsal Bakhtiar dalam bukunya Filsafat Agama I mengatakan ontologi berasal dari kata yang berwujud.Ontologi adalah teori/ilmu tentang wujud, tentang hakikat yang ada. Ontologi tak banyak berdasar pada alam nyata, tetapi berdasar pada logika semata-mata
Jadi dapat disimpulkan bahwa:

    Menurut bahasa, ontologi berasal dari Bahasa Yunani, yaitu On/Ontos=ada, dan Logos=ilmu. Jadi, ontologi adalah ilmu tentang yang ada.
Menurut islitah, ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan ultimate reality, baik yang berbentuk jasmani/konkret, maupun rohani/abstrak.



2. ALIRAN-ALIRAN ONTOLOGI
Dalam mempelajari ontologi muncul beberapa pertanyaan yang kemudian melahirkan aliran-aliran dalam filsafat.Dari masing-masing pertanyaan menimbulkan beberapa sudut pandang mengenai ontologi.Pertanyaan itu berupa “Apakah yang ada itu? (What is being?)”, “Bagaimanakah yang ada itu? (How is being?)”, dan “Dimanakah yang ada itu? (What is being

Apakah yang ada itu? (What is being?)

Dalam memberikan jawaban masalah ini lahir lima filsafat, yaitu sebagai berikut :

    Aliran Monoisme

Aliran ini berpendapat bahwa yang ada itu hanya satu, tidak mungkin dua.Haruslah satu hakikat saja sebagai sumber yang asal, baik yang asal berupa materi ataupun berupa ruhani.Tidak mungkin ada hakikat masing-masing bebas dan berdiri sendiri.Haruslah salah satunya merupakan sumber yang pokok dan dominan menentukan perkembangan yang lainnya. Plato adalah tokoh filsuf yang bisa dikelompokkan dalam aliran ini, karena ia menyatakan bahwa alam ide merupakan kenyataan yang sebenarnya. Istilah monisme oleh Thomas Davidson disebut dengan Block Universe. Paham ini kemudian terbagi ke dalam dua aliran :

    Materialisme

Aliran ini menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah materi, bukan ruhani.Aliran ini sering juga disebut dengan naturalisme. Menurutnya bahwa zat mati merupakan kenyataan dan satu-satunya fakta
Aliran pemikiran ini  dipelopori oleh bapak filsafat yaitu Thales (624-546 SM). Ia berpendapat bahwa unsur asal adalah air, karena pentingnya bagi kehidupan. Anaximander (585-528 SM) berpendapat bahwa unsur asal itu adalah udara, dengan alasan bahwa udara merupakan sumber dari segala kehidupan.Demokritos (460-370 SM) berpendapat bahwa hakikat alam ini merupakan atom-atom yang banyak jumlahnya, tak dapat dihitung dan amat halus. Atom-atom itulah yang merupakan asal kejadian alam
Idealisme
Idealisme diambil dari kata “idea” yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa.[10] Aliran ini menganggap bahwa dibalik realitas fisik pasti ada sesuatu yang tidak tampak. Bagi aliran ini, sejatinya sesuatu justru terletak dibalik yang fisik.Ia berada dalam ide-ide, yang fisik bagi aliran ini dianggap hanya merupakan bayang-bayang, sifatnya sementara, dan selalu menipu. Eksistensi benda fisik akan rusak dan tidak akan pernah membawa orang pada kebenaran sejati.[11]
Dalam perkembangannya, aliran ini ditemui dalam ajaran Plato (428-348 SM) dengan teori idenya.Menurutnya, tiap-tiap yang ada di dalam mesti ada idenya yaitu konsep universal dari tiap sesuatu.Alam nyata yang menempati ruangan ini hanyalah berupa bayangan saja dari alam ide itu. Jadi, idelah yang menjadi hakikat sesuatu, menjadi dasar wujud sesuatu.[12]

    Aliran Dualisme

Aliran ini berpendapat bahwa benda terdiri dari dua macam hakikat sebagai asal sumbernya, yaitu hakikat materi dan hakikat rohani, benda dan roh, jasad dan spirit.Kedua macam hakikat itu masing-masing bebas dan berdiri sendiri, sama-sama azali dan abadi.Hubungan keduanya menciptakan kehidupan dalam alam ini.
Tokoh paham ini adalah Descartes (1596-1650 M) yang dianggap sebagai bapak filsafat modern.Ia menamakan kedua hakikat itu dengan istilah dunia kesadaran (rohani) dan dunia ruang (kebendaan). Ini tercantum dalam bukunya Discours de la Methode (1637) dan Meditations de Prima Philosophia (1641). Dalam bukunya ini pula, Ia menerangkan metodenya yang terkenal dengan Cogito Descartes (metode keraguan Descartes/Cartesian Doubt). Disamping Descartes, ada juga Benedictus de Spinoza (1632-1677 M), dan Gitifried Wilhelm von Leibniz (1646-1716 M
Aliran Pluralisme
Aliran ini berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan kenyataan.Pluralisme bertolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa segenap macam bentuk itu semuanya nyata.Pluralisme dalam Dictionary of Philosophy and Religion dikatakan sebagai paham yang menyatakan bahwa kenyataan alam ini tersusun dari banyak unsur, lebih dari satu atau dua entitas.
Tokoh aliran ini pada masa Yunani Kuno adalah Anaxagoras dan Empedocles, yang menyatakan bahwa substansi yang ada itu terbentuk dan terdiri dari empat unsur, yaitu tanah, air, api, dan udara. Tokoh modern aliran ini adalah William James (1842-1910 M), yang mengemukakan bahwa tiada kebenaran yang mutlak, yang berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri, dan lepas dari akal yang mengenal.

    Aliran Nihilisme

Nihilisme berasal dari bahasa Latin yang berarti nothing atau tidak ada.Sebuah doktrin yang tidak mengakui validitas alternatif yang positif.Istilah nihilisme diperkenalkan oleh Ivan Turgeniev pada tahun 1862 di Rusia.
Doktrin tentang nihilisme sebenarnya sudah ada semenjak zaman Yunani Kuno, yaitu pada pandangan Gorgias (485-360 SM) yang memberikan tiga proposisi tentang realitas.Pertama, tidak ada sesuatupun yang eksis. Kedua, bila sesuatu itu ada, ia tidak dapat diketahui. Ketiga, sekalipun realitas itu dapat kita ketahui, ia tidak akan dapat kita beritahukan kepada orang lain. Tokoh lain aliran ini adalah Friedrich Nietzche (1844-1900 M). Dalam pandangannya dunia terbuka untuk kebebasan dan kreativitas manusia. Mata manusia tidak lagi diarahkan pada suatu dunia di belakang atau di atas dunia di mana ia hidup.


1.Aliran Agnostisisme
Paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat benda.Baik hakikat materi maupun hakikat ruhani.Kata agnostisisme berasal dari bahasa Grik Agnostos, yang berarti unknown.A artinya not, gno artinya know. Timbulnya aliran ini dikarenakan belum dapatnya orang mengenal dan mampu menerangkan secara konkret akan adanya kenyataan yang berdiri sendiri dan dapat kita kenal.
Aliran ini dapat kita temui dalam filsafat eksistensi dengan tokoh-tokohnya seperti, Soren Kierkegaar (1813-1855 M) yang terkenal dengan julukan sebagai Bapak Filsafat Eksistensialisme, yang menyatakan bahwa manusia tidak pernah hidup sebagai suatu aku umum, tetapi sebagai aku individual yang sama sekali unik dan tidak dapat dijabarkan ke dalam sesuatu orang lain. Berbeda dengan pendapat Martin Heidegger (1889-1976 M), yang mengatakan bahwa satu-satunya yang ada itu ialah manusia, karena hanya manusialah yang dapat memahami dirinya sendiri.Tokoh lainnya adalah, Jean Paul Sartre (1905-1980 M), yang mengatakan bahwa manusia selalu menyangkal. Hakikat beradanya manusia bukan entre (ada), melainkan a entre (akan atau sedang). Jadi, agnostisisme adalah paham pengingkaran/penyangkalan terhadap kemampuan manusia mengetahui hakikat benda, baik materi maupun ruhani.
Bagaimanakah yang ada itu? (How is being?)
Apakah yang ada itu sebagai sesuatu yang tetap, abadi, atau berubah-ubah?Dalam hal ini, Zeno (490-430 SM) menyatakan bahwa sesuatu itu sebenarnya khayalan belaka.Pendapat ini dibantah oleh Bergson dan Russel.Seperti yang dikatakan oleh Whitehead bahwa alam ini dinamis, terus bergerak, dan merupakan struktur peristiwa yang mengalir terus secara kreatif.

Di manakah yang ada itu? (Where is being?)

Aliran ini berpendapat bahwa yang ada itu berada dalam alam ide, adi kodrati, universal, tetap abadi, dan abstrak.Sementara aliran materilisme berpendapat sebaliknya, bahwa yang ada itu bersifat fisik, kodrati, individual, berubah-ubah, dan riil.
 3. MANFAAT MEMPELAJARI ONTOLOGI
Ontologi yang merupakan salah satu kajian filsafat ilmu mempunyai beberapa manfaat, di antaranya sebagai berikut:

Membantu untuk mengembangkan dan mengkritisi berbagai bangunan sistem pemikiran yang ada.
Membantu memecahkan masalah pola relasi antar berbagai eksisten dan eksistensi.
    Bisa mengeksplorasi secara mendalam dan jauh pada berbagai ranah keilmuan maupun masalah, baik itu sains hingga etika
Dari penjelasan tersebut, penyusun dapat menyimpulkan bahwa ontologi merupakan salah satu diantara lapangan penyelidikan kefilsafatan yang paling kuno.Ontologi berasal dari bahasa Yunani yang berarti teori tentang keberadaan sebagai keberadaan.Pada dasarnya, ontologi membicarakan tentang hakikat dari sutu benda/sesuatu.Hakikat disini berarti kenyataan yang sebenarnya (bukan kenyataan yang sementara, menipu, dan berubah).Misalnya, pada model pemerintahan demokratis yang pada umumnya menjunjung tinggi pendapat rakyat, ditemui tindakan sewenang-wenang dan tidak menghargai pendapat rakyat.Keadaan yang seperti inilah yang dinamakan keadaan sementara dan bukan hakiki.Justru ya

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH DRAMA

Makalah Penalaran

Rahasia Angka dalam Al Quran