makalah eksistensialisme
BAB I PENDAHULUAN
1.
Latar belakang
lahirnya eksistensialisme
Filsafat selalu lahir
dari suatu krisis. Krisis berarti penentuan. Bila terjadi krisis, orang
biasanya meninjau kembali pokok pangkal yang lama dan mencoba apakah ia dapat
tahan uji. Dengan demikian filsafat adalah perjalanan dari satu krisis ke
krisis yang lain. Begitu juga filsafat eksistensialisme lahir dari berbagai
krisis atau merupakan reaksi atas aliran filsafat yang telah ada sebelumnya
atau situasi dan kondisi dunia, yaitu:
a.
Materialisme
Menurut pandangan
materialisme, manusia itu pada akhirnya adalah benda seperti halnya kayu dan
batu. Memang orang materialis tidak mengatakan bahwa manusia sama dengan benda,
akan tetapi mereka mengatakan bahwa pada akhirnya, jadi pada prinsipnya, pada
dasarnya, pada instansi yang terakhir manusia hanyalah sesuatu yang material;
dengan kata lain materi; betul-betul materi. Menurut bentuknya memang manusia
lebih unggul ketimbang sapi tapi pada eksistensinya manusia sama saja dengan
sapi.
b.
Idealisme
Aliran ini memandang manusia hanya sebagai subyek, hanya sebagai kesadaran;
menempatkan aspek berpikir dan kesadaran secara berlebihan sehingga menjadi
seluruh manusia, bahkan dilebih-lebihkan lagi sampai menjadi tidak ada barang
lain selain pikiran
C. Situasi dan Kondisi Dunia
Munculnya eksistensialisme didorong juga oleh situasi dan kondisi di dunia
Eropa Barat yang secara umum dapat dikatakan bahwa pada waktu itu keadaan dunia
tidak menentu. Tingkah laku manusia telah menimbulkan rasa muak atau mual.
Penampilan manusia penuh rahasia, penuh imitasi yang merupakan hasil
persetujuan bersama yang palsu yang disebut konvensi atau tradisi. Manusia
berpura-pura, kebencian merajalela, nilai sedang mengalami krisis, bahkan
manusianya sendiri sedang mengalami krisis. Sementara itu agama di sana dan di
tempat lain dianggap tidak mampu memberikan makna pada kehidupan.
2.
Ciri Aliran
Eksistensialisme
Eksistensialismemerupakan gerakan
yang sangat erat dan menunjukkan pemberontakan tambahan metode-metode dan
pandangan-pandangan filsafat barat. Istilah eksistensialisme tidak menunujukkan
suatu sistem filsafat secara khusus. Meskipun terdapat perbedaan-perbedan yang
besar antara para pengikut aliran ini, namun terdapat tema-tema yang sama
sebagai ciri khas aliran ini yang tampak pada penganutnya. Mengidentifikasi
ciri aliran eksistensialisme sebagai berikut :
a. Eksistensialisme adalah
pemberontakan dan protes terhadap rasionalisme dan masyarakat modern, khususnya
terhadap idealisme Hegel.
b. Eksistensialisme adalah suatu proses
atas nama individualis terhadap konsep-konsep, filsafat akademis yang jauh dari
kehidupan konkrit.
c. Eksistensialisme juga merupakan
pemberontakan terhadap alam yang impersonal (tanpa kepribadian) dari zaman
industri modern dan teknologi, serta gerakan massa.
d. Eksistensialisme merupakan protes
terhadap gerakan-gerakan totaliter, baik gerakan fasis, komunis, yang cenderung
menghancurkan atau menenggelamkan perorangan di dalam kolektif atau massa.
e. Eksistensialisme menekankan situasi
manusia dan prospek (harapan) manusia di dunia.
f. Eksistensialisme menekankan keunikan
dan kedudukan pertama eksistensi, pengalaman kesadaran yang dalam dan langsung.
BAB II PEMBAHASAN
1.
Pengertian
eksistensialisme
Kata Eksistensialisme berasal dari
kata eks = keluar, dan sistensi atau sisto = berarti,
menempatkan. Secara umum berarti, manusia dalam keberadaannya itu sadar bahwa
dirinya ada dan segala sesuatu keberadaannya ditentukan oleh akunya. Karena
manusia selalu terlihat di sekelilingnya, sekaligus sebagai miliknya. Upaya
untuk menjadi miliknya itu manusia harus berbuat menjadikan - merencanakan,
yang berdasar pada pengalaman yang konkret.
Eksistensialisme merupakan aliran
filsafat yang memandang berbagai gejala dengan berdasar pada eksistensinya.
Artinya bagaimana manusia berada (bereksistensi) dalam dunia.
Pendapat lain, menyatakan
“eksistensialisme” merupakan suatu aliran dalam ilmu filsafat yang menekankan
pada manusia yang bertanggung jawab atas kemauannya yang bebas tanpa memikirkan
secara mendalam mana yang benar dan mana yang tidak benar. Sebenarnya bukannya
tidak mengetahui mana yang benar dan mana yang tidak benar, tetapi seorang
eksistensialis sadar bahwa kebenaran bersifat relatif, dan karenanya
masing-masing individu bebas menentukan sesuatu yang menurutnya benar. Manusia
juga dipandang sebagai suatu mahluk yang harus bereksistensi (berbuat),
mengkaji cara manusia berada di dunia dengan kesadaran. Jadi dapat dikatakan
pusat renungan eksistensialisme adalah manusia konkret.
2. Tokoh-tokoh
eksistensialisme
a. Soren Aabye Kiekegaard
Søren Aabye
Kierkegaard (lahir di Kopenhagen, Denmark, 5 Mei1813 – meninggal di Kopenhagen, Denmark, 11 November1855 pada umur 42 tahun) adalah seorang filsuf dan teologabad ke-19 yang berasal dari Denmark. Kierkegaard sendiri melihat dirinya sebagai seseorang yang religius dan seorang anti-filsuf, tetapi sekarang ia dianggap sebagai bapaknya filsafateksistensialisme.
Banyak dari
karya-karya Kierkegaard membahas masalah-masalah agama seperti misalnya hakikat
iman, lembaga Gereja Kristen, etika dan teologi Kristen, dan emosi serta perasaan individu ketika diperhadapkan dengan pilihan-pilihan eksistensial.
Karena itu, karya Kierkegaard kadang-kadang digambarkan sebagai eksistensialisme
Kristen dan psikologi eksistensial. Karena ia menulis kebanyakan karya awalnya dengan menggunakan berbagai nama
samaran, yang seringkali mengomentari dan mengkritik
karya-karyanya yang lain yang ditulis dengan menggunakan nama samaran lain,
sangatlah sulit untuk membedakan antara apa yang benar-benar diyakini oleh
Kierkegaard dengan apa yang dikemukakannya sebagai argumen dari posisi seorang
pseudo-pengarang.
Ludwig Wittgenstein berpendapat bahwa Kierkegaard "sejauh ini, adalah pemikir yang
paling mendalam dari abad ke-19".
Inti pemikiran dari tokoh ini adalah
eksistensi manusia bukanlah sesuatu yang statis tetapi senantiasa menjadi,
manusia selalu bergerak dari kemungkinan menuju suatu kenyataan, dari cita-cita
menuju kenyataan hidup saat ini. Jadi ditekankan harus ada keberanian dari
manusia untuk mewujudkan apa yang ia cita-citakan atau apa yang ia anggap
kemungkinan.
e.
Jean Paul Sartre
Jean-Paul Sartre (lahir di Paris, Perancis, 21 Juni
1905 – meninggal di Paris, 15 April 1980 pada umur 74 tahun) adalah
seorang filsuf dan penulis Perancis. Ialah yang dianggap mengembangkan aliran
eksistensialisme.Sartre menyatakan, eksistensi lebih dulu ada dibanding esensi.
Manusia tidak memiliki apa-apa saat dilahirkan dan selama hidupnya ia
tidak lebih hasil kalkulasi dari komitmen-komitmennya di masa lalu. Karena itu,
menurut Sartre selanjutnya, satu-satunya landasan nilai adalah kebebasan
manusia.
Pada tahun 1964, Ia diberi Hadiah Nobel Sastra, namun Jean-Paul Sartre
menolak. Ia meninggal dunia pada 15 April 1980 di sebuah rumah sakit di
Broussais (Paris). Upacara pemakamannya dihadiri kurang lebih 50.000 orang.
Pasangannya adalah seorang filsuf wanita bernama Simone de Beauvoir. Sartre
banyak meninggalkan karya penulisan diantaranya berjudul Being and Nothingness
atau Ada dan Ketiadaan.
Inti pemikirannya
adalah menekankan pada kebebasan manusia, manusia setelah diciptakan mempunyai
kebebasan untuk menetukan dan mengatur dirinya. Konsep manusia yang
bereksistensi adalah makhluk yang hidup dan berada dengan sadar dan bebas bagi
diri sendiri.
Dampak positif dalam aliran filsafat eksistensialisme
1.
Kita dapat lebih berfikir bagaimana hidup ini
kita jalani dengan sebaik-baiknya
2.
Komentar