Upacara Adat Bima

UPACARA ADAT SUKU BIMA
“U’A PUA”


       Disusun Oleh:

       Ari Wibowo
       M. Faris Agus Faishal
       Chandika Aryzona
       Jessica Puri U.
       M. Irwan Syamsir


UP. FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2015






Upacara Hanta U’a Pua Bima NTB



Menurut bapak Hasan Ibrahim seorang tokoh adat melayu yang semasa hidupnya memeganng jabatan penghulu Melayu dalam lembaga Sara Hukum Majelis Adat Dana Mbojo kata Ua Pua berasal dari bahasa melayu “Sirih Puan”, Arti Etimologis (Denotasi) kata tersebut adalah wadah untuk menyimpan sirih. Arti terminologis (konotasi) kata Ua Pua adalah rangkaian upacara adat untuk memeriahkan Hari Maulid Nabi Besar Muhammad SAW, yang dilaksanakan selama sajuma’a  
( sejum’at / sepekan ) pada wura molu ( bulan maulud / Rabiul Awal ). Puncak dari upacara Ua Pua ditandai dengan penyerahan Ua Pua yang berisi sebuah Kitab suci Al-Qur’an oleh penghulu melayu (Ulama) kepada sulta yang berlgnsung pada pagi hari tanggal 12 Rabiul Awal bertempat di Istana Bima. Upacara tersebut merupakan simbol kesepakatan ulama dan Sultan bersama seluruh Rakyat untuk menjujung tinggi ( mencintai kitab suci Al-Qur’an).
Dengan kata lain Al Qur’an akan dijadikan sumber hukum serta pedoman dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat, di samping “sunnah Rasul” dan “Ijtihad para Ulama” (Ijma, Qyas dan Urfshaih)
          Hanta U’a Pua merupakan salah satu Upacacara Adat Spektakuler yang telah digelar turun temurun pada masa lalu, terutama pada masa-masa keemasan dan kejayaan kesultanan Bima. Upacara Adat yang erat kaitannya dengan sejarah masuk Agama Islam di Tanah Bima ini, telah menjadi rutinitas seluruh elemen masyarakat Bima sejak dekade awal masuknya Islam. UA PUA dilaksankan pada bulan Rabiul Awal bertepatan dengan Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW setiap tahun.        
          U’a Pua ditempatkan di tengah-tengah sebuah Rumah Mahligai(Bima: Uma Lige) yang berbentuk segi empat berukuran 4x4 M2. Bentuk Uma Lige ini terbuka dari ke empat sisinya. Atapnya bersusun dua, sehingga para penari lenggo Mbojo yang terdiri dari empat orang gadis, dan penari lenggo melayu yang terdiri dari empat orang perjaka, beserta para penghulu melayu dan pengikutnya yang berada di atas dapat dilihat oleh seluruh mayarakat sepanjang jalan. Uma Lige tersebut diusung oleh 44 orang pria yang berbadan kekar sebagai simbol dari keberadaan 44 DARI MBOJO yang terbagi menurut 44 jenis keahlian dan ketrampilan yang dimilikinya sebagai bagian dari struktur Pemerintahan kesultanan Bima. Mereka melakukan start dari kampung melayu menuju Istana Bima untuk diterima oleh Sultan Bima dengan Amanah yang harus dikerjakan bersama yaitu memegang teguh ajaran Islam.





Adapun tujuan utama dari perayaan U’a Pua sebagai berikut :
1. Untuk memuliakan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW.
2. Untuk mengenang kembali sejarah masuknya agama Islam di Tanah Bima dan sekaligus sebagai wahana penghormatan atas jasa-jasa para penghulu Melayu beserta seluruh kaum keluarga yang telah menyebarkan agama Islam di Tanah Bima.
3. Meningkatkan pemahaman dan pengamalan Ajaran Islam yang bersumber dari Kitab Suci Al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Bima dan ditunjukan dengan penyerahan Kitab Suci Alqur’an kepada Sultan sebagai pemimpin untuk dilaksanakan secara bersama-sama dengan seluruh rakyat.

          Upacara Ua Pua merupakan media Dakwah guna menigkatkan keimanan dan ketakwaan umat serta menjadikan Qur’an dan Sunnah Rasul sebagai pedoman hidup. Selain itu Upacara Ua Pua bisa melahirkan sikap meghargai sejarah, sehingga masyarakat mau berguru kepada sejarah dan menatap kehidupan hari ini demi kejayaan hari esok. Upacara Ua Pua juga merupakan media yang paling efektif bagi seni budaya Mbojo yang islami. Mampu memotifasi seniman dan budayawan untuk menciptakan karya seni yang bermutu yang layak dipergelarkan dalam Upacara Ua Pua.
          Pada masa lalu, sebelum Upacara Adat U’a Pua dilaksanakan sebagai puncak peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, diawali oleh kegiatan-kegiatan atraksi seni Budaya Tradisional dan pengajian Al-Qur’an selama tujuh hari, tujuh malam. Seluruh seniman dan Pendekar dari berbagai pelosok desa dalam wilayah kesultanan Bima berkumpul di lapangan Sera Suba untuk mempertunjukan kehebatannya. Dan pada puncak peringatan Maulid, Hanta U’a Pua pun digelar. Diawali pemukulan Ranca Na’e pada pukul 6 pagi dari loteng Gerbang Istana(Lare-Lare Asi). Hal tersebut dimkasudkan sebagai permakluman bahwa hari upacara adat telah tiba. Kemudian pada sekitar pukul 7 pagi utusan sultan yang terdiri dari tokoh-tokoh adat, Anggota Laskar kesultanan, bersama penari lenggo Mbojo menjemput penghulu melayu di kediamannya, Kampung Melayu. Sekitar pukul 8 pagi, rombongan penghulu melayu berangkat dari kampung melayu menuju Istana Bima. Keberangkatan rombongan tersebut ditandai dengan dentuman meriam. Adapun rombongan yang menyertai para penghulu melayu secara berurutan antara lain adalah Pasukan Jara Wera sebagai pengawal pembuka jalan, diikuti oleh pasukan Jara Sara’u dengan hentakan kaki kuda yang khas dan kuda pilihan, Anggota Laskar Suba Na’e dan Penari Sere, Pasukan Pengusung Uma Lige(Mahligai), dan terkahir diikuti oleh rombongan Pemuka Adat Dana Mbojo.
          Ketika Penghulu Melayu beserta rombongan tiba di Istana Bima disambut pula dengan dentuman meriam dan berbagai atraksi serta tarian tradisional seperti tari kanja, tari sere, Gentong dan dilanjutkan dengan Mihu yaitu pernyataaan kesiapan sultan untuk menerima sekaligus memulai upacara penyerahan U’a Pua yang berisi Kitab Suci Alqur’an. Setelah U’a Pua diserahkan, penghulu melayu dan sultan duduk berdampingan sambil menyaksikan Tari Lenggo U’a Pua sebagai lambang keharmonisan hubungan dan simbol kesamaan Visi dan Misi masyarakat Mbojo dalam kehidupan beragama, berbangsa dan bernegara. Kemudian dibagian akhir Upacara ditandai dengan pembagian 99 tangkai bunga telur sebagai simbol Asma’ul Husna(99 sifat allah) kepada seluruh hadirin.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH DRAMA

Makalah Penalaran

Rahasia Angka dalam Al Quran